Kenangan tersebut muncul kembali saat minggu lalu saya main-main ke Pulau Tidung, pulau terbesar dalam gugusan pulau di wilayah Kepulauan Seribu, Jakarta. Saya melihat banyak sekali anak-anak dengan senyum dan keceriaan khas mereka yang lucu, gaya bercanda mereka yang polos, dan tingkah polah mereka yang hampir selalu mengundang senyum. Sungguh suatu dunia dalam masa kehidupan manusia yang tak kan pernah berulang. Kadang saya berpikir bahwa sungguh bahagianya berada di masa kehidupan tersebut. Hidup rasanya hanya ada dua hal yaitu bermain dan belajar. Walaupun saya sudah segede gambreng seperti sekarang, di mana teman-teman saya sudah banyak yang menikah dan punya anak, saya justru masih kepikiran betapa menyenangkannya tetap bisa menikmati dunia mereka. Dunia anak-anak yang saya rindukan.

Saya 'menemukan' banyak cerita dengan anak-anak Pulau Tidung yang seru-seru. Ketika saya ke sana (pas hari Sabtu) mereka baru saja pulang dari sekolah. Mereka ada yang masih mengenakan seragam saat bermain atau waktu membantu orang tuanya melayani pengunjung. Dengan pakaian pramuka, mereka lari sana-sini untuk mencari persediaan sepeda yang masih bisa disewakan untuk pengunjung pulau. Ada pula sekumpulan anak-anak lucu yang membantu orang tuanya menawarkan penginapan di rumahnya. Mereka ini memang sudah ganti baju dan lebih siap menyambut pendatang. Dengan gaya polosnya mereka menawarkan rumah-rumah orang tua mereka untuk menginap. Baju mereka pun lucu-lucu.

Selain itu saya menemui ada anak-anak yang dari penampilannya terlihat kucel dan jarang mandi. Ia jalan bareng adiknya yang kebetulan membawa pianika. Busyet, anak sekecil itu, di sebuah pulau yang tidak terlalu besar, mainannya sudah pianika. Saya waktu seumuran dia mainannya baru kelereng dan gedebok pisang. Saya baru main piano saat kelas 5 SD, waktu mau lomba Siswa Teladan tingkat Kabupaten.

Setelah berjalan lagi beberapa lama, kami akhirnya sampai di sebuah jembatan. Kata acara televisi Celebrity on Vacation jembatan itu dinamakan Jembatan Cinta. What? Tidak ada cerita dan petunjuk yang mengarah ke situ kok. Jadi, saya abaikan saja. Toh, bagi saya jembatan itu lebih asyik tanpa nama. Dan karena keasyikannya, saya sampai suka berlama-lama berada di jembatan itu (terutama di bagian yang jembatannya menggembung ke atas).

Menurut Pak Asmari, penduduk Pulau Tidung yang kebetulan satu perahu dengan saya, mengatakan bahwa pulau ini baru mulai ramai sekitar tiga bulanan yang lalu. Jadi, bisa dikatakan bahwa pulau ini baru saja bergeliat sebagai salah satu kunjungan wisata. Dan bisa dipastikan ke depannya akan banyak sekali kesempatan bagi penduduknya mendapatkan penghasilan melalui pariwisata ini. Tidak dapat disangkal pula bahwa anak-anak di sini juga mengalami ancaman yang tak terlihat dari menggeliatnya iklim pariwisata Pulau Tidung itu.
Karena sekolah di pulau ini sangat terbatas, walaupun ada SD, SMP, dan SMK, tapi tetap saja ada ancaman anak-anaknya bisa malas sekolah jika uang yang berusaha orang tua mereka dapatkan mendadak berdatangan. Bisa-bisa anak bisa menjadi aset untuk membantu orang tua dan malah tidak bersekolah karena sudah mampu diajak mencari uang. Ini penting menjadi konsen bagi Dinas Pariwisata DKI Jakarta, Kementerian Urusan Peranan Wanita dan Perlindungan Anak, dan Komnas Perlindungan Anak ke depannya. Semoga tidak terjadi. Tapi saya agak khawatir jika itu terjadi. Kehilangan masa kanak-kanak itu sangat menyakitkan. Saya tidak mau anak-anak ini merasakan sesuatu yang tidak mengenakkan dalam kehidupan mereka yang seharusnya tidak perlu mereka rasakan. Saya tetap ingin anak-anak ini bermain dan belajar sesuai dengan tingkat usia mereka. Dan ketika sudah capek keliling pulau, saya bertemu dengan senyum polos anak-anak di bawah ini, yang mengajarkan kepada saya bahwa kebahagian hidup itu sebenarnya terletak dekat sekali dengan kita, hadir dalam setiap waktu yang kita lalui dalam bentuk kehidupan sederhana yang mengasyikkan. Saya jadi tersenyum sendiri dan merenung, mengapa saya begitu jauh-jauh mencari ketenangan hidup dan penghilang stres jika solusinya sudah ada di depan mata. Tapi saya kira, saya memang harus ke sini dulu untuk mendapatkan jawaban itu. Dan anak-anak inilah yang mengajarkannya kepada saya. Dengan kesederhanaan dan kepolosan mereka. Kesederhanaan dan kepolosan dunia anak-anak yang selalu saya rindukan. Duh, senangnya menjadi anak-anak dan menikmati berada di usia itu.
huu...adie doyan te** melulu hahaha....
ReplyDeletemasa kanak2 emang paling indah :D
tiada duanya pokoknya mah ;=)
ReplyDelete