Monday, March 01, 2010

Saraswati dan Penghormatan terhadap Buku

Bulan Februari lalu saya sempat 'keluyuran' ke Bali. Segala sesuatu yang tadinya hanya saya tahu dari obrolan dengan teman, akhirnya dapat saya saksikan dengan mata kepala sendiri. Bali dengan segala kompleksitas akan benturan dengan alam global, masyarakatnya masih setia untuk memegang teguh tradisi yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.

Saya cukup terkejut ketika membaca sebuah berita mengenai perayaan Saraswati yang berlangsung pada hari Sabtu tanggal 27 Februari 2010 lalu. Perayaan yang ada di pikiran saya adalah sebatas bentuk doa-doa dan penghormatan kepada Yang Maha Kuasa. Ternyata esensi dari perayaan Saraswati lebih dari sekadar penghargaan dan penghormatan kepada ilmu pengetahuan.

Masyarakat Bali melakukan upacara penghormatan terhadap ilmu pengetahuan melalui penghormatan kepada Dewi Saraswati, nama suci dewi ilmu pengetahuan yang digambarkan mempunyai empat lengan yang masing-masing membawa buku, ganitri, wina, dan bunga teratai.
Simbol-simbol tersebut mempunyai arti dan filosofi tersendiri. Buku atau dalam hal ini bisa berarti lontar merupakan representasi dari kitab suci Wedha yang berarti bahwa pengetahuan bersifat universal dan abadi. Ganitri atau tasbih diartikan sebagai simbol kekuatan spiritual melalui meditasi, sebuah penyatuan diri dengan alam semesta. Hal ini dapat dipahami bahwa usaha untuk mempelajari suatu khasanah ilmu pengetahuan haruslah bertujuan sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Sang Khalik, bukan untuk menyebar teror dan kerusakan alam semesta.

Wina berarti kecapi, merupakan simbol dari keindahan atau nilai estetika yang dikandung dalam suatu ilmu pengetahuan. Sedangkan bunga teratai sendiri merupakan simbol kesucian yang mengandung arti dari sebuah esensi kesucian ilmu pengetahuan. Keempat benda yang dipegang Dewi Saraswati tersebut merupakan aspek yang menjadi simbol akan hakikat manusia dalam mempelajari ilmu pengetahuan yakni mampu mengombinasikan nilai-nilai intelektualitas dengan nilai-nilai spiritual penyatuan dengan alam semesta untuk menghikmati suatu keindahan dan kesucian dari ilmu pengetahuan yang akan mendorong pada satu konsepsi tentang hakikat kemanusiaan seseorang di hadapan Tuhan. Bahwa ilmu tak ubahnya merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Saya cukup beruntung diberi satu kalender penanggalan Bali oleh supir saya, yang walaupun kelihatan agak ruwet tapi menarik untuk dipelajari. Hari raya Saraswati diperingati setiap 210 hari yang jatuh setiap Sabtu Umanis Watugunung yang salah satunya jatuh pada tanggal 27 Februari 2010. Pada hari itu kegiatan membaca dan menulis ditiadakan untuk memberikan penghormatan terhadap buku. Semua lontar dan bahan-bahan literasi seperti Kitab Suci Wedha, buku, novel, koran, komik, dan lain-lain dikumpulkan jadi satu untuk dibersihkan dan diberi sesaji seperti beras wangi, air kembang dari tujuh mata air, dan tumpeng.

Pada hari Minggunya, yaitu Minggu Paing wuku Sinta adalah Banyu Pinaruh yang merupakan kelanjutan dari perayaan Saraswati. Sebelum memanjatkan doa, umat Hindu di Bali melakukan ritual mandi suci dan memotong rambut sebagai wujud penyucian diri. Setelah itu, acara pemanjatan doa dilakukan sebelum matahari tegak lurus dengan bumi, memohon agar buku yang disucikan dapat membawa pencerahan, sumber kebajikan dan pengetahuan. Ritual tersebut ditutup dengan prosesi minum air dari tujuh mata air dan jamu yang mengandung enam rasa sebagai wujud ilmu pengetahuan. Terakhir yaitu mandi di laut sebagai simbol untuk pembersihan diri lahir dan batin.

Kalau kita pikir, ribet sekali untuk merawat buku. Tapi bukan itu esensinya. Tradisi merawat buku di Bali merupakan bagian dari ritual agama yang dimanifestasikan dalam perayaan Saraswati. Saya pikir informasi ini penting untuk diketahui oleh masyarakat luas agar lebih peka untuk memerhatikan siklus hidup dari sebuah buku. Bukan ritual minum, mandi, dan pemberian sesaji yang perlu kita teladani sebagai masyarakat umum, namun sikap masyarakat Hindu Bali yang peka terhadap kelangsungan hidup siklus suatu media literasi itulah yang patut kita teladani dan kembangkan.

Jika kita pernah mendengar bahwa koleksi buku sebuah perpustakaan X rusak akibat di makan rayap atau lusuh karena tidak dirawat, sudah saatnya kita membuka mata untuk peka terhadap perawatan buku, berawal dari perhatian bagi buku-buku yang kita miliki atau biasa kita pinjam di perpustakaan.

Saya pernah menulis sebuah catatan tentang sikap saya terhadap buku. Tulisan tersebut berjudul Bersahabat dengan Buku: Sebuah Ritual Kecil Menghargai Buku. Setelah mengetahui seluk beluk tradisi Saraswati, akhirnya saya berpikir bahwa yang saya lakukan tidak jauh berbeda maksudnya dengan apa yang dilakukan masyarakat Bali. Saya jadi berpikir dan sedikit terhenyak. Pantas saja ada keluarga-keluarga tertentu di Bali yang memiliki koleksi lontar atau bahan-bahan literasi kuno yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Saya jadi ingat tentang pelajaran sejarah waktu SMU dulu (saya lulus SMU tahun lalu sih ... xixixixi ... hayah) yang menyatakan bahwa ketika Majapahit runtuh, banyak prajurit, brahmana, maupun budayawan yang lari menyelamatkan diri ke arah timur menuju Bali hingga Lombok dengan membawa lontar-lontar penting untuk diselamatkan. Bahkan, kalau tidak salah, lontar Kitab Negara Kertagama pun ditemukan di Puri Pamotan Cakranegara, Gianyar. Melihat kenyataan tersebut bahwa lontar-lontar 'penting' itu masih terawat hingga kini membuktikan bahwa ada usaha keras dan berkesinambungan untuk merawat suatu bahan literasi. Seperti yang saya katakan di atas bahwa merawat buku tidak harus dengan ritual mantra doa seperti dalam perayaan Saraswati, namun perayaan Saraswati dapat dijadikan cerminan bahwa memberikan sedikit perhatian kapada buku dan membuat siklusnya menjadi panjang dengan merawatnya adalah sebuah langkah luhur sebagai bagian dari pengagungan ilmu pengetahuan. Suatu sarana yang dapat mengajarkan dan mengantarkan kita untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.

Gambar dipinjam dari sini.

2 comments:

  1. @ Puguh : yah karena tuntutan kerjaan Pak, kalau penat obatnya ya jalan-jalan hehehe ;=)

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...