Monday, April 19, 2010

Oeroeg dan Jalan Panjang Humanisasi



Entah mulai kapan saya jadi suka membaca. Karena kurangnya fasilitas di kota tempat saya tinggal, rasanya tidak ada kegiatan yang lebih menarik selain membaca atau naik sepeda keliling kampung. Berinteraksi dengan teman-teman dan orang-orang yang mayoritas berasal dari keluarga petani yang hidup pas-pasan.

Kegiatan membaca sendiri bermetamorfosis menjadi kebutuhan layaknya makan, minum, dan buang air karena keisengan orang tua yang selalu membawa pulang buku-buku dari kantornya yang sudah tidak digunakan. Alhasil, buku menjadi semacam candu yang mampu mengisi hari-hari membosankan dalam hidup yang saya jalani.

Saat sudah besar dan mulai mencicipi udara ibukota, saya berpikir bahwa betapa beruntungnya dapat menikmati 'kemewahan' membaca buku yang tidak semua teman-teman sepermainan saya dapat merasakannya. Namun begitu, apakah akhirnya saya 'berbeda' dengan teman-teman saya dulu, yang setia main kelereng bersama, mandi di sungai, mencuri tebu di perkebunan atau bahkan memanen buah pisang entah milik siapa, bersama-sama.

Kenangan akan indahnya persahabatan masa kecil di suatu kampung yang jauh dari 'peradaban' tersebut kembali terusik ketika awal bulan lalu saya menghadiahi diri sendiri dengan buku berjudul Oeroeg karya Hella S. Haasse. Buku tersebut saya beli sebagai kompensasi atas kerja keras yang membuat saya naik grade di kantor.

Buku tersebut bercerita tentang kisah persahabatan Oeroeg dan seorang anak Belanda yang dideskripsikan sebagai sosok yang disebut 'Aku'. Keduanya mempunyai tipe kehidupan yang hampir serupa. Lahir dan menghabiskan masa kecil bersama di suatu kampung yang jauh dari fasilitas dan keramaian kota besar. Saat usia tidak lagi mengijinkan mereka untuk disebut anak-anak, timbul perasaan bahwa yang satu lebih 'tinggi' daripada yang lain. Anggapan itu muncul karena perbedaan status sosial. Si Aku anak seorang administrateur perkebunan, berkulit putih, dan sangat Eropa, sedangkan Oeroeg hanya anak seorang mandor, berkulit cokelat, dan inlander.


Perbedaan itu terkatalisasi akibat larangan dari ayah si Aku yang berusaha membatasi pergaulan putranya dan Oeroeg dengan mengirim putranya ke sekolah khusus anak Belanda dan membiayai Oeroeg ke sekolah rendahan biasa, khusus untuk orang-orang pribumi.

Sampai suatu ketika, kegelisahan si Aku mendapat pencerahan dari Gerald Stokman, seorang pegawai perkebunan dan guru privat si Aku, yang kebetulan suka berburu binatang. Gerald Stokman mengatakan 'Macan kumbang berbeda dari monyet, tapi apakah yang satu lebih rendah daripada yang lain? Bagimu ini pertanyaan bodoh, dan kau benar. Pertanyaan ini tetap sama bodohnya bila menyangkut manusia. Perbedaan itu biasa. Setiap orang berbeda. Aku juga berbeda darimu. Tetapi, lebih tinggi atau lebih rendah karena warna kulit wajahmu atau karena siapa ayahmu--itu omong kosong. Oeroeg kawanmu, kan? Kalau memang ia kawanmu--bagaimana bisa ia lebih rendah dibanding kau atau yang lain?' (hal. 64)

Apa yang dialami oleh Oeroeg sampai saat ini masih terjadi. Diskriminasi dalam hal pendidikan pun kerap terjadi baik di Indonesia maupun di Belanda akibat latar belakang sosial dari calon peserta didik. Namun begitu, sebagai negara maju, Belanda sudah lebih dulu 'bangun' dari kesalahan masa lalu seperti ini.

Saat ini, Belanda adalah salah satu pemimpin dunia yang menjamin pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi. Dalam peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) International pada tanggal 10 Desember 2009 lalu, Menteri Luar Negeri Belanda, Maxime Verhagen menyatakan bahwa 'Pria, wanita, anak-anak, tidak peduli siapa mereka, tidak peduli di mana mereka tinggal, tidak peduli apa yang mereka lakukan, memiliki hak-hak dasar sebagai manusia yang tidak dapat diganggu gugat. Pemerintah di seluruh dunia memiliki kewajiban untuk melindungi dan mempromosikan hak-hak universal ini. Tetapi, dalam banyak contoh, mereka gagal melindungi hak warganya. Tanggal 10 Desember menandai perayaan hari Hak Asasi Manusia Internasional di seluruh dunia. Ini bukan hari di mana kita bisa membiarkannya berlalu begitu saja tanpa sedikitpun kita sadari. Hari ini, kita menghormati orang-orang yang berani membela hak-hak mereka dan hak orang lain meskipun perjuangan yang mereka hadapi di banyak negara, dalam situasi yang sangat sulit dan resiko yang besar. Mereka layak mendapat dukungan penuh dari kami.'

Hal-hal yang menjadi kampanye perlindungan HAM tersebut juga dimanifestasikan dalam suatu Pedoman Nasional Sistem Perlindungan Hak Asasi Manusia. Suatu sistem yang dirancang untuk mengaktifkan perlindungan HAM yang efektif dan mengintervensi pembangunan dengan fokus pada infrastruktur HAM. Untuk menjangkau lingkup yang lebih luas, Pemerintah Belanda akan bekerjasama dengan divisi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan masyarakat sipil untuk membantu dalam perencanaan dan memperkuat penggunaan sistem ini melalui penggunaan ikhtisar manual mengenai indikator praktis, pedoman standar, dan referensi yang menggambarkan Sistem Perlindungan Nasional Hak Asasi Manusia. Melihat kenyataan tersebut, tak heran jika Belanda merupakan pusat dari beberapa Lembaga Internasional Hak Asasi Manusia. Bahkan, salah satu kota di Belanda, Den Haag, Dewan Kotanya berencana membuat kota tersebut sebagai Ibukota Hukum Dunia serta Kota Internasional Perdamaian dan Keadilan.

Di sisi lain, apa yang dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Belanda di atas juga diimplementasikan dalam dunia pendidikan. Pemerintah melalui 'Platform Inovasi'-nya merekomendasikan tiga hal yaitu meningkatkan pemasaran pendidikan internasional Belanda sejajar dengan misi-misi ekspansi hubungan perdagangan dengan negara lain, memperluas kesempatan untuk menawarkan kurikulum berbasis Sistem Pendidikan Belanda, dan memfasilitasi pendirian sekolah internasional.

Untuk mencapai tujuan tersebut, kebijakan ilmu pengetahuan Belanda memfokuskan diri pada tiga hal yaitu akuisisi penambahan ruang lingkup dan sumber daya untuk riset fundamental, strategi untuk mempromosikan inovasi, dan memperkuat kekuasaan mengatur diri sendiri dari komunitas ilmiah melalui peningkatan kesempatan karier bagi para peneliti muda terutama perempuan.

Di sini, dapat diketahui bahwa isu-isu kesetaraan gender juga menjadi fokus perjuangan penegakan HAM di Belanda selain persamaan hak dari komunitas warga negara yang berbeda warna kulit, agama, dan status sosial yang lain.


Saya selalu percaya bahwa pendidikan yang baik dan merata akan membawa masyarakat ke dalam persepsi yang positif dalam memandang suatu hal. Maksudnya, jika suatu masyarakat memiliki pendidikan yang layak, kesejahteraan hidup yang memadai, dan pengakuan yang besar terhadap hak-hak dasar yang dimilikinya oleh negara maupun anggota masyarakat yang lain, bukan hal yang mustahil jika masyarakat seperti ini akan mudah untuk diberi pemahaman rasional mengenai isu-isu penghormatan dan penghargaan hak-hak universal yang dimiliki oleh setiap insan di manapun orang tersebut berada. Sangat penting dikembangkan persamaan persepsi bahwa tidak ada komentar negatif yang dibuat untuk mendiskreditkan suatu pihak manapun. Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai hak-hak universal yang sama.

Jika pemahaman yang 'benar' tersebut telah terpatri dalam pola pikir seseorang, maka kecenderungan untuk melabeli sesuatu dengan stereotip tertentu, perlahan-lahan akan terkikis. Seperti misalnya, mengapa warna pink selalu diidentikkan dengan perempuan dan warna biru identik dengan laki-laki? Mengapa anak gadis hanya pantas belajar menari atau balet dan dianggap lain jika hobinya sepak bola? Atau, mengapa perempuan dianggap tidak perlu berpendidikan tinggi sebab kembalinya juga bakal ke dapur? Mengapa orang kulit hitam hanya pantas menjadi budak? Mengapa orang-orang berkulit cokelat hanya cocok menjadi 'warga kelas dua'?

Pandangan-pandangan tradisional yang bersembunyi di balik pembenaran akan kodrat dan dogma dari pemikiran masa lalu, sebenarnya sudah bukan menjadi PR lagi bagi relevansi perkembangan pembangunan dewasa ini. Dari zaman Kartini hingga era reformasi seperti sekarang ini, setiap tanggal 21 April, isu-isu yang diangkat tak jauh-jauh adalah isu tentang kesetaraan gender dan emansipasi. Kalau dipikir lagi, perjuangan yang dilakukan selama ini ternyata masih jalan di tempat jika isu yang diangkat setiap tahun relatif sama.

Memang, dijajah selama 350 tahun oleh Belanda meninggalkan trauma tersendiri bagi sebagian rakyat Indonesia. Namun, kita tidak boleh menutup mata bahwa Belanda sudah lebih dulu 'bangun' dan mengejar ketertinggalannya dan bahu-membahu membangun bangsanya melalui inovasi-inovasi dari kebijakan pemerintahnya. Oleh karena itu, bukan hal mustahil jika pendidikan di Belanda menempati posisi lima besar dalam skala internasional dan akan terus ditingkatkan untuk berada di posisi peringkat di atas lima pada tahun 2015.

Melihat kenyataan itu, kita sebagai bangsa Indonesia harus belajar banyak dari inovasi-inovasi yang dikembangkan oleh pemerintah Belanda untuk diadopsi dengan sistem negeri ini demi terwujudnya kesejahteraan lahir batin seluruh warga negara di mana hak-hak setiap warga negara benar-benar dijamin dan dijunjung tinggi, bukan hanya tertulis dengan rapi dalam format hitam di atas putih, yang biasa kita kenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar.

Sanggupkah kita?

Gambar dipinjam dari sini, sono, dan sana.

51 comments:

  1. Sesuai permintaan..saya meluncur kemari...meninggalkan sedikit coretan, semoga berkenan di hati. Oeroeg dan "Aku" adalah gambaran realita, yang terjadi dan tetap aktual, tidak hanya pada jaman penjajahn, tetapi juga sampai saat ini. MEmang terkadang seperti tidak adil, tetapi memang kalau direnungkan lagi, ternyata ada banyak hal yang tersembunyi dan merupakan maksud dari Sang Pencipta. Saya percaya bahwa Sang Pencipta menciptakan kita dengan sebagai pribadi yang unik dan berbeda dari orng lain. Karena perbedaan ini, maka kita harus bisa menggali setiap potensi yang kita miliki. Si Oeroeg secara materi tidak terlihat berada di posisi yang lebih baik dari "AKU", tetapi dari sisi kondisional, si Oeroeg akan lebih mempunyai jiwa berusaha dan bekerja keras. KOndisi kemudian akan menempa dia menjadi sosok pribadi yang keras, ulet dan pantang menyerah. Tak terlihat adil dari sisi taraf kesejahteraan dan kesempatan memperoleh pendidikan, tetapi justru memperoleh banyak kesempatan yang lebih banyak dari "AKU" dalam hal memaknai perjuangan hidup...jadi cukup adil kan??

    salam.

    ReplyDelete
  2. @ mas Thomas : memang faktor keadaan sosial yang 'berat' kadang-kadang justru menjadi cambuk bagi seseorang untuk bekerja dan berusaha lebih giat. Namun, jika orang-orang seperti Oeroeg tersebut dari awal sudah terfasilitasi dengan baik (tidak dalam kondisi dijajah, mempunyai kesetaraan dalam pergaulan, dan mempunyai kebebesan berekspresi layaknya manusia merdeka) saya yakin akan ada 'keindahan' yang seolah tak tersentuh bahasa kita. Karena itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusian dan perikeadilan (dikutip dari Pembukaan UUD 1945 alinea satu)

    terima kasih sudah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak. ;=)

    ReplyDelete
  3. wow..
    ngepost nya pas moment hari kartini...
    ide yg bagus, kesetaraan...
    fokusnya jd melebar karena yg dibahas bukan sebatas kesetaraan gender saja..
    tapi setelah kubaca, ternyata ga terlalu lebar2 banget, karena yg dibicarakan masih dalam satu wadah..
    oeroeg.. dan belanda.
    yg kebetulan adalah kewarganegaraan sang teman..
    [negara yg diceritakan tidak jauh2 dari isi buku]

    hmmm...
    awal baca sih, diksinya apik...
    mudah dicerna, kata2 berlarian di kepala..
    tp menginjak paragraf 9, kok rasanya.. berjalan saja suliiit...
    huh, otakku sedang kurang mampu dijejali yg berat2 rupanya...
    [kaet mbiyen iku mah]

    yg masih membanggakan, keterkaitan antar alinea masih rapih seperti yg dulu...
    hihihi, terus berkarya, sobat...
    moga dapet award lagii..

    ReplyDelete
  4. @ Hunny : wow, such an honor for me, sudah mau nyempetin baca dan meninggalkan jejak di sini di antara kesibukanmu mengadministrasikan surat dan menjawab telepon.

    lebih teliti lagi, sebenarnya tulisan ini diposting tanggal 19 April 2010, yah euforia perayaan Hari Kartini udah kencang banget sih hehehe.

    Hidup kebebasan berekspresi!!! ;=)

    ReplyDelete
  5. asem,,,
    mestine koen iku jenenge adie lebayanto kok...
    hahahah

    iya wes, semua kalah kalo jawabannya kebebasan berekspresi
    huh

    ReplyDelete
  6. @ Hunny : lah, emang bener kan, sebenarnya jika kebebasan berekspresi itu dijunjung tinggi, aku yakin kalau bangsa ini tambah maju dan independen. Masalahnya dari awal kita hidup kan emang disetting untuk 'tidak bebas' pola pikirnya.

    OK lah kalau menyangkut pornografi dan penodaan agama bolehlah agak diatur, cuma misal ni kalau mau membuat film atau menulis buku yg isinya pengen mengungkap atau meluruskan sejarah, ya kenapa musti ada sensor segala coba. Tanya kenapa?

    Gak tau apa di Belanda juga gitu? Makanya pengen ke sana hehehe. Soalnya di Rotterdam katanya kehidupan utk bebas berekspresi di junjung tinggi. Makanya gak heran banyak even tiap tahun spt festival film, apresiasi sastra, dll. Banyak kan seniman kita yg diundang ke sana. Tau gak. Ayu Utami, Riri Riza, Glenn Fredly, dll. Duh senengnya mereka hehehehe (mupeng.com)

    ReplyDelete
  7. terima kasih telah mengundang saya untuk membaca dan memberi komentar postingan ini. postingan ini menarik dan berbobot, meskipun korelasi antara cerita masa lalu dengan isi buku "oeroeg" tidak secara langsung. namun saya mencoba memahami korelasi dua hal: pendidikan dan pemaknaan terhadap hak asasi manusia.

    pada prinsipnya nilai dan tujuan dari penulisan ini saya sangat setuju. dalam konteks ke-indonesia-an, cukup banyak ahli yang mampu menyumbangkan konsep sistem pendidikan dan hams. yang lebih dibutuhkan indonesia saat ini adalah kepedulian dan konsistensi pemimpin dalam membangun karakter bangsa. sayang, sampai saat ini pemimpin negeri lebih bersifat pragmatis.
    semoga saja indonesia lebih baik.

    ReplyDelete
  8. Wah, klo masalah diskriminasi, kayaknya orang indonesia sudah jago dan kenyang pengalaman. Dari jaman kerajaan dengan konsep bangsawan, ndoro, dan rakyat jelatanya. Trus jaman belanda dengan konsep pribumi, non pribumi, eropa dan non eropa, dll. Kemudian diteruskan pada jaman kemerdekaan dengan konsep mayoritas minoritas, kepartaian, golongan, kelompok, suku, agama, dll. Semuanya bersumber dari kurangnya penghargaan terhadap HAM. Kurangnya penghargaan terhadap HAM disebabkan karena pendidikan yang buruk. Tanpa kesadaran HAM yang baik, orang cenderung egois, mementingkan diri dan golongan, tidak sadar bahwa orang lain juga memerlukan perlakuan yang sama baiknya dengan dirinya. Hal itu tampak dalam kehidupan sehari2, misalnya; pengemudi motor yang ugal2an (dia mementingkan diri agar tidak terlambat ke kantor atau pulang ke rumah, tidak sadar bahwa orang lain juga butuh keselamatan dan kenyamanan), para koruptor dan markus (mementingkan diri dan keluarga agar kaya, tidak sadar bahwa perbuatannya telah menyebabkan kemajuan negara terhambat, menyebabkan kemiskinan bagi rakyat)...

    ReplyDelete
  9. @ Kang Anjar : itulah masalahnya, kalau menurut saya, yang paling dibutuhkan oleh negeri ini adalah manusia-manusia idealis. Pengalaman membaca selama ini, kok saya jadi merindukan sosok seperti Gie (Soe Hok Gie) dan si 'Aku' dalam Oeroeg ini, di mana mereka-mereka ini mempunyai pola pikir yang 'out of the box' artinya mereka punya pemikiran untuk bersama-sama menjadi 'maju' dan berkembang walaupun terdapat banyak perbedaan spt suku, kebangsaan, agama, dll. Saya amati, kok jarang sekali ya ada manusia idealis dewasa ini. Betul gak?

    @ bsmaradahana : kesadaran' seperti yang kamu jelaskan itulah yang perlu ditumbuhkan saat ini. Namun, menumbuhkan 'kesadaran' kolektif butuh waktu yang panjang. PR bangsa yang belum selesai juga dikerjakan. ;=)

    ReplyDelete
  10. Aku jadi berpikir jika suatu tingkatan yang kamu sebutkan dalam tulisanmu terpenuhi, mungkin sudah tidak akan ada lagi gunanya para pemimpin atau birokrat atau apapun juga, karena masyarakat sudah punya kemampuan untuk bertahan dan bahkan berkembang sesuai dengan bidang dan kapabilitasnya masing-masing... tidak perlu lagi kecewa terhadap suatu kebijakan atau menjadi pusing mengenai persepsi orang lain
    Suatu saat nanti setiap pribadi akan menjadi mandiri secara finansial dan pola pikir bahkan selalu independen dalam setiap sikap dan tindakannya. . . tidak perlu lagi memakai negara, karena kita hanya numpang tinggal di suatu tanah yang disebut negara dengan segala macam pernak-pernik peraturan dan dinamika sosialnya.....
    (Dari sudut pandang Pragmatis dan Skeptis)

    ReplyDelete
  11. Terkadang kita terperangkap pada nasib yang kita buat sendiri. Sungguh berbahagialah mereka yang bernasib baik.

    ReplyDelete
  12. @ Rio : hahaha bisa aja. Ya sama seperti di dunia cyber, siapa saja bebas berekspresi. Contohnya tentang blog. Setiap orang di seluruh dunia, baik laki-laki maupun perempuan, pria, wanita, ganteng, cantik, jelek, sipit, mata lebar, gemuk, kurus, putih, hitam, semua bebas membuat dan menulis uneg-unegnya di dalam suatu wadah yang disebut blog. Bukan tidak mungkin seseorang bisa membangun sendiri 'sebuah negara' dalam ruang pikirnya. Wah betapa hebatnya jika setiap orang punya akses dan mendapat porsi yang sama dalam mengembangkan diri.

    Sungguh, hal-hal seperti ini perlu usaha kolektif dan kontinyu. Semoga Indonesia suatu saat bisa. Mungkin bisa dimulai dengan banyak-banyak membaca buku. hehehe.

    @ Puguh : lah nasib ama pilihan hidup bukannya beda ya Pak. Seperti saya baca di buku Oeroeg itu, si Oeroeg tidak bisa memilih untuk tidak dilahirkan oleh seorang buruh, si 'Aku' tidak bisa memilih untuk tidak menjadi anak Belanda, itu nasib. Tapi, menyangkut 'nasib yang kita buat sendiri' seperti kata Pak Puguh, bukannya lebih lebih tepat disebut sebagai pilihan-pilihan hidup yang telah sadar atau tidak kita pilih. Gimana? Kalau menurut pemikiran saya, begitu yang saya tangkap.

    ReplyDelete
  13. nice post.. keep on reading ^_^

    ReplyDelete
  14. @ simple-learning : thanks for coming to my blog. cheers!!! ;=)

    ReplyDelete
  15. Aih aih aih,,, Komentarnya pada panjang-puaanjanaaangg, terus saya kudu ngasih komen gimana ya..???? (Bingung Mode ON)

    Hhmm...Saya baru saja mengetahui mengenai Oeroeg ini dari sini Mas,,, I think.... Buku ini sangat recomended sekali untuk dibaca,, Novel yang sarat dengan pesan besar di dalamnya, dan untuk kita jadikan sebagai perenungan yang dalam,,,

    Salam kenal dan salam semangat selalu dari Bocahbancar :)

    ReplyDelete
  16. @ bocahbancar : terima kasih mas sudah berkenan berkunjung. Silakan dinikmati ya bukunya hehehe. Salam kenal dan salam semangat juga untuk Anda dari Adie Riyanto. Cheers ;=)

    ReplyDelete
  17. hmm...temanya berat nih, kesetaraan..tadi aku agak tertarik pas kamu bilang tentang peringatan Kartini yang temanya sudah tidak relevan lagi. saya jadi bertanya-tanya, lalu yang relevan seperti apa sih? kalo menurut pandangan saya sih (mungkin pandangan yang dangkal..hehe) peringatan Kartini ya begitu itu, kesetaraan gender, emansipasi wanita..selain itu apa lagi ya?

    ReplyDelete
  18. @ Anonymous : lah apa tidak bosan coba, kalo tiap tahun mbahasnya tema perayaan Kartini gak jauh-jauh dari emansipasi, yang kalau menurut saya dilakukan setengah-setengah. Misal jika emansipasi, mengapa ada parkir khusus wanita, trus wanita musti diduluin kalau ada antrian-antrian gitu. Jika wanitanya sama-sama kuat (bukan ibu hamil, nenek-nenek, atau cacat tubuh), seharusnya ya sama aja. Tidak perlu ada perlakuan istimewa. Bukannya apa-apa tapi kan ya biar fair terhadap semua lini gitu lo. Segala sesuatu kalau tetep ada perlakuan istimewa (kecuali 3 batasan tadi) tetap aja akhirnya gitu juga. Tidak efektif blas. Dan jika semua sudah efektif, dalam artian tidak ada perlakuan istimewa dan itu sudah berlangsung lama, saya yakin kalau suatu saat perayaan Kartini akan lebih luwes lagi. Artinya perayaannya bukan lagi diisi dengan isu kesetaraan gender, tapi diisi dengan persaingan ketat antara pria dan wanita. Bentuknya bisa apa saja. Tapi yang jelas, di sekolah-sekolah, yang cewek2 gak perlu pakai busana adat sendirian, yang cowok juga pakai. Dan di tahap itulah, refleksi dari perjuangan Kartini menuju kesetaraan gender ada dan terasa nyata. Bukan hanya sebatas seremonial miskin makna. :-)

    ReplyDelete
  19. @ Anonymous 2 : ini siapa ya, thanks for apresiation.

    PS: btw buat yang lain, yang ingin komentar atau memberi tanggapan atas tulisan saya tapi tidak atau belum memiliki blog, mohon mencantumkan Nama di bagian akhir komentar Anda. Biar mudah saya membalasnya dan tidak bingung.

    Terima kasih atas apresiasinya.

    ~ Adie ~

    ReplyDelete
  20. Knowledge is power. Implementasi pendidikan yang paling tepat untuk Indonesia (dengan segala pluralisme yang ada) harus terus digali dan dikembangkan. Jadi 'belajar' kepada Belanda bisa jadi salah satu alternatif, yang tentunya pembelajaran kali ini bisa memberi hasil mutual bagi kedua belah pihak.

    ReplyDelete
  21. @ Mbak Sitta : sip, bener banget. PR bagi bangsa Indonesia yang menuntut untuk segera direalisasikan. Itulah salah satu alasan saya ingin sekali studi di Belanda. Semoga saja bisa. ;=)

    ReplyDelete
  22. Kok sepertinya terlalu berlebihan yah dalam memuji Belanda...

    maaf, bukan saya merasa "alergi" dengan kehidupan barat yang cenderung liberal. Tapi kok saya melihat dari sisi toleransi, bangsa ini sudah cukup banyak contohnya.

    Misalnya yang baru-baru saya baca adalah tentang suku rimba di pedalaman sumatera. Banyak kearifan lokal yang dapat menjadi contoh. Tentang budaya menghormati di antara suku di Indonesia. Banyak yang dapat di jadikan teladan.

    Mungkin karena adanya arus "modernisasi" yang ironisnya membuat manusia kok semakin tidak beradab, berbagai kearifan lokal itu tergerus begitu saja. Padahal banyak contoh yang mampu diambil dalam berbagai kearifan lokal tersebut.

    Yang diperlukan hanyalah "political will" dari pemerintah serta peran aktif masyarakat. Pemerintah harus membuat berbagai kebijakan yang berdasarkan moral serta adanya kontrol terhadap kebijakan tersebut. Sementara ini kebijakan moral sudah ada, cuma kontrolnya saja yang belum optimal. Belum ada tindakan yang riil oleh pemerintah dalam penegakan kontrol terhadap berbagai peraturan tersebut.

    ReplyDelete
  23. Adhie,

    After looking several time at ur blog, I think the blog is representing you. It tells how you want to share your idea, life, hobby, etc to others with your humanity touch. Maybe you can broader the content by inviting people to participate in it with specific theme according your style. I am appreciate what you have done. Why don't u try to write a book to tell about life or whatever?

    Regards,

    Benito

    ReplyDelete
  24. Berkunjung...
    Lah, komene kok panjang2 banget ya?
    Kalo komen saya pendek aja dah! Belanda menjajah Indonesia, lha waktu menjajah itu juga diskriminatif kan sama inlander?
    *masih amatsangatsungguh sentimen sama orang Belanda*

    ReplyDelete
  25. @ Streetlearner : sebenarnya tidak juga, saya pikir masih dalam batas yang wajar dan proporsional.

    Saya setuju bahwa Negeri Zamrud Khatulistiwa yang orang-orangnya ingin tetap disebut 'timur' sekalipun tak jarang berpikiran 'barat' ini penuh dengan kearifan lokal. Soal toleransi pun Ok, kesatuan juga. Hal ini salah satunya nampak pada kesediaan untuk sama-sama menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatuan tanpa ada perpecahan.

    Saya pikir, mindset kita perlu diatur ulang bahwa segala hal yang 'barat' itu tidak semuanya jelek atau bahkan tidak Pancasilais. Dalam konteks kehidupan global seperti sekarang, di mana kompetensi dan kebebesan berekspresi sangat diagungkan, saya rasa Indonesia perlu banyak belajar dari negara maju. Memang tidak harus dari Belanda. Tapi dalam tulisan saya kali ini, yang dibahas adalah tentang Belanda.

    Dan ngomong –ngomong masalah program pemerintah, Belanda punya keseriusan dalam membangun bangsanya melalui Platform Inovasinya. Linknya ada di atas. Itulah mungkin salah satu hal yang bisa dicontoh dari Negeri van Orange ini.

    @ Mr. Benito : thank you so much for the appreciation. Such an honour for me. Writing a book is still in my main project of life. So, wait for that lovely moment. I will share it, soon. Insya Allah ;=)

    @ Millati_bae : wah, saya juga gak tau tuh, mau panjang mau pendek, silakan aja. Itulah wujud kebebasan berekspresi. Selama tidak menyinggung RAS, semua komentar tetap akan saya approve. Keep on reading ;=)

    ReplyDelete
  26. saya belum pernah baca buku ini, tapi pernah baca buku yang mengangkat isu yg sama.. Prasangka (rasisme) dimulai dari berbagai cara. salah satu caranya adalah diberitahu bahwa dirimu istimewa (seperti kisah "AKU" yg disekolahkan di sekolah khusus anak belanda, secara tidak langsung memberitahu bahwa "AKU" berbeda dari Oeroeg.) atau lebih rendah (seperti oeroeg yang sekolah di sekolah rakyat khusus inlander) dan kamu mulai mempercayainya.

    Seharusnya, kita, manusia yang mampu beradaptasi, mampu mengatasai perbedaan, mampu merasakan empati dan memiliki tekad untuk berubah.

    ReplyDelete
  27. dimas,

    begitulah indahnya dunia begitu beraneka ragam dari segala pernak perniknya yg membuat dunia ini penuh warna. saya yakin gak ada yg merasa lebih bahagia dr oeroeg maupun "aku" karna manusia diciptakan dg segala kekurangan dan kelebihannya, si oeroeg melihat si "aku" dia merasa si "aku" lebih bahagia darinya begitu pula sebaliknya...
    orang dikatakan kaya karna ada yg miskin, dikatakan pemberani karna ada yg pengecut,ada yang pandai karna ada yang bodoh,ada yang cantik karna ada yang jelek dll itulah hidup gak bisa qta merubah seseorang untuk cantik semua, bijaksana semua,kaya semua, sholeh semua..
    ya gak perlu contoh yang jauh2 deh seperti kang adie yg ceritanya hidup dipedesaan lebih banyak menghabiskan waktu dengan membaca buku n lebih dekat dengan alam (secara dipedesaan :D )membayangkan hidup dikota yang glamour seperti shoping,karokean sampe tengah malam,kumpul2 ma temen di bar pastinya akan bertolak belakang dengan kepribadian n merasa ini bukan duniaqu, aq lebih bahagia dengan buku2qu bukan shoping2 spt itu.

    rumput tetangga selalu lebih hijau itulah tabiat manusia,tinggal qta membentengi diri jangan terlena dengan nafsu.

    jangan terpaku untuk ke belanda saja kang misalnya ada kesempatan ke negeri jepang,amerika or australia diambil aja.. :)
    sukses selalu yah..

    ReplyDelete
  28. Hmmm pas baca ceritanya Oeroeg menarik Mas Adie...pas selanjutnyaa...agak berats en seriusan....hehehehe...tapi setuju sih, intinya bangsa ini bisa dibilang ketinggalan jauh dalam hal pendidikan. Sekolah yang terlampau bagus dan mahal makin banyak, yang bagus tapi murah (sekolah yg benar2 negeri yang bagus) makin dikit.....fyuuuuh...

    ReplyDelete
  29. wah...panjang2 bener komen nya...sepertinya para penulis pada ngumpul di sini nih...hee...
    smangat terus buat berkarya die!!!
    aku sih berharap kamu (mungkin juga penulis2 komen di sini yg hobi nulis) bisa bkin buku, dan membaginya buat mereka yg nasibnya kaya kamu dulu...yang gak bisa mendapatkan fasilitas untuk membaca...
    :)

    ReplyDelete
  30. @ Mojang : dalam dunia yang penuh manusia yg berpikiran materialis seperti sekarang, diperlukan juga manusia yang 'sedikit' punya keidealisan dalam mendobrak pakem dan dogma lama. Thanks buat komentarnya. ;=)

    @ Dimas : amin, amin, amin ya robbal alamin. Semoga saya mampu dan diijabah oleh Allah. Karena sekarang yang ada dari Belanda, ya tidak ada salahnya dicoba, siapa tau kalau gol (berharap banget iya hehehe) bisa sekalian kayak survey untuk ngambil S2 hehehe (bermimpi boleh dong ;=) )

    @ Metz : wah iya ni, saya dulu mau masuk kedokteran UI aja mahalnya minta ampun. Saya kan dari keluarga guru. tau kan. Gajinya kecil buk, gak cukup bwt bayar yang mahal-mahal. Makanya sukanya selalu nyari scholarship. Btw Thanks ya kunjungannya ;=)

    @ Anonymous : wah saya juga tidak habis pikir lho, beberapa orang yang saya kenal karya-karya berkenan mampir dan memberi semangat. Paling surprice dari mbak Sitta Karina (penulis teenlit) dan Mr. Benito (dosen UGM). Senangnya, semoga partisipasinya bisa mengantarkan saya untuk studi ke Belanda. Amin.

    Btw, bwt yang ingin berkomentar di tulisan-tulisan saya, tapi belum atau tidak punya blog dan menggunakan account Anonymous mohon mencantumkan Nama di belakang komentarnya, biar saya tidak bingung menyapanya. Thanks a lot.

    Regard,

    ~ Adie ~

    ReplyDelete
  31. wah...satu kata buat mas adi, salut!aku hampir ga bisa komentar apa2 tapi aku cuma mo kasih coretan sedikit, meskipun aku belum baca bukunya secara keseluruhan tapi dari gambaran yang mas adi paparkan pada tulisan kali ini, yang menarik perhatianku adalah masalah sistem pendidikan dan kebebasan.
    seperti yang telah mas adi uraikan tentang bagaimana sistem pendidikan yang diterapkan oleh Belanda dan bagaimana Pemerntah Belanda memberikan kebebasan sepenuhnya kepada rakyat.
    - Sistem Pendidikan : Sebenarnya sistem pendidikan di Indonesia sudah cukup baik tapi mungkin itu semua dari human-nya juga, sesempurna apapun sistemnya tapi kalau human-nya error ttp ae hasilnya ga bagus.
    - Kebebasan : saya sedikit setuju dengan adanya kebebasan tapi tentunya kebebasan yang ada normanya. Dari cerita di atas menurut saya kebebasan yang diberikan yang tinggi sampai2 pemerintah tidak peduli lagi sama rakyatnya. Coba saja hal itu diterapkan di Indonesia dengan latar belakang masyarakat yang mayoritas adalah muslim, apakah bisa?saya sendiri kurang setuju kalau kebebasan yang diterapkan di Belanda tersebut diterapkan juga di Indonesia. tetapi kalau kebebasan itu masih di lingkup aturan agama, saya sih setuju2 saja.

    Note :
    - kayaknya mas adi ini pengen ke Belanda y, hmm...pengen di akui ya mas?qqq
    - oya novel ini kalo ga salah pernah di filmkan ya, dari ceritanya sih kyk prnah dnger film itu.
    - maaf mas baru bisa baca, banyak banget kerjaan nih, buat profile, penggalian potensi dan analisis resiko, huuft...bikin pusing

    Nilai : Hmm...setelah saya membaca isi dan komentar atas tulisan ini, saya bener2 memberi reward ke mas adi, saya salut atas pemaparan tulisan ini. semoga tulisan ini bisa jadi penilaian positif kalau di ikutkan kompetisi blog lagi.

    Sukses buat mas adi & terus berkarya, ajari saya ya mas agar bisa seperti mas adi (haha...mimpi kali, baca aja males)!!!!

    ReplyDelete
  32. jadi pingin baca buku itu.... pinjem dung...hehehe

    aku juga buat artikel buat kompetiblog, coba komen dan cek juga....thanks...
    http://andikahendramustaqim.blogspot.com/2010/04/inovasi-belanda-tak-terpisahkan-dari.html
    http://andikahendramustaqim.blogspot.com/2010/04/belajar-inovasi-dari-di-belanda.html

    ReplyDelete
  33. terimakasih adie.. tulisan mu semakin menginspirasi ku utk segera mewujudkan proyek ‘berbagi buku’ yg ada di kepala q..

    adie..mau ga dirimu mewujudkan tulisan mu menjadi suatu tindakan nyata utk mengubah wajah pendidikan negeri ini?? mengatasi diskriminasi,perbedaan??*walaupun sedikit*

    jika sebagian besar kita pesimis thdp pemerintah kita dalam mengatasi persoalan pendidikan, gmn klo perubahan itu dimulai dari kita.. walaupun kecil atau sedikit.. setidaknya kita melakukan tindakan nyata.

    Tiap kita pasti punya kampung masing-masing.. adie..apakah di kampung mu setiap anak-anak sudah bisa menikmati buku??
    Jika jawaban nya belum, brp penghasilanmu sebulan?? Maukah dirimu menyisihkan penghasilan mu sebulan utk membeli buku dan mengirimkan nya ke kampung?? (mis : 5 buku/bulan). Agar anak-anak disana juga bisa membaca, menikmati buku seperti dirimu..
    Bayangkan jika dirimu melakukan nya selama setahun (60 buku/setahun).. dan bayangkan jika setiap orang yang membaca dan komen atas tulisan mu ini melakukan nya di kampungnya masing masing dan membagikan ide ini ke tiap orang yg ada disekitarnya.. :)

    Mari bertindak!
    …teruslah menulis adie..agar semua org bisa membaca, agar tulisan mu mengispirasi orang lain utk memunculkan ide lainnya...

    *proyek ’berbagi buku’ diatas berawal dari curhat nostalgia sepupu q, bagaimana dulu dy kepengen nya membaca tapi tidak ada yg mau dibaca.. hingga koran lecek bekas bungkus cabe yg dibelinya di warung, dianggapnya suatu barang berharga..*

    ^yg dibelakang mu di hari kerja dari jam tgh 8-5^

    ReplyDelete
  34. Adie, suarakan pikiranmu, dan tetap jadi dirimu dalam tulisanmu. Itu komentar paling jujur dari saya.
    Content-wise, full of information, good. Please add more personal color in it.

    Good luck.
    alexander

    ReplyDelete
  35. aku sudah punya buku ini, tp belum baca dan biasanya pantangan buatku membaca book review sebelum membaca bukunya. Gimana ya komennya? Yang jelas, aku dukung blog-blog yang berisi ulasan buku, seperti blogku :)

    endah

    ReplyDelete
  36. terlalu rumit kalau biacara bangsa ini karena begitu banyak orang yang sepertinya ingin berbuat baik tapi sayangnya bercampur aduk dengan orang yang mempunyai niat lainnya....

    Kita terlalu fokus ditempat tertentu tapi melupakan tempat lainnya sehingga dalam pendidikan itu sendiri begitu banyak kesenjangan ....

    Faktor tidak perhatiannya para pemimpin terhadap dunia pendidikan terutama para pemimpin didaerah sangat kentara mereka jarang turun ke lapangan hanya menerima sekedar laporan dari bawahan

    Kita kalah jauh dengan yang lainnya, dan ketika negara memproyeksikan dana untuk Pendidikan lebih dari 20% saya sendiri ga yakin akan bermanfaat langsung untuk masyarakat bawah karena sekarang aja dana BOS ada sebagaian yang ternyata membuat kaya orang-orang di dinas Pendidikan

    Percaya atau tidak itu emang terjadi

    ReplyDelete
  37. salah satu seri buku klasik dunia yang ingin saya baca.
    membawa tinjauan buku ini, saya jadi teringat pada kuliah MBP Afrika yang saya ikuti beberapa waktu lalu di mana kami membahas tentang politik Apartheid.
    Ternyata Apartheid yang dijalankan di Afrika Selatan tidak jauh berbeda dengan yang dijalankan oleh Belanda di Indonesia. Bahkan, FYI, POlitik Apartheid di Afsel memang diciptakan oleh orang-orang Boer yang notabene orang Belanda...
    Bedanya adalah apartheid di Indonesia tidak begitu kental. Saya kurang paham penyebabnya kenapa.
    But, from this book, I wish I could widen my perspective about the racial issue.

    Thanks a lot, bro.

    Moga lulus studi ke Belanda. Amiin... :)

    ReplyDelete
  38. @ Ayik : iya, kebebasan yang saya maksud, masih dalam batas-batas koridor yang dibenarkan oleh logika akal sehat yang wajar dan berlandaskan nilai-nilai kebenaran. Dan nilai-nilai agama seperti kamu sebut, termasuk salah satunya.

    @ Andika : Silakan kunjungi toko buku terdekat, harganya murah kok, lebih murah daripada tiket kereta api ekonomi Jakarta - Nganjuk hehehe. Senang sekali ada wartawan Sindo berkunjung ke sini. Salam kenal sebelumnya ;=)

    @ Anonymous : (yang di belakangku di hari kerja? I guess you are a mysterious girl with a little 'sometimes' in brain, right? ... lol. Apa yang kamu tulis sudah saya lakukan di lingkungan tempat tinggal saya, tapi kondisi sosial, ekonomi, dan kultural di desa saya kurang mendukungnya. Mereka masih menganggap bahwa kegiatan membaca hanya pantas dilakukan oleh orang yg kebanyakan waktu luang. Bagi mereka membaca tidak menghasilkan uang. Tak heran jika perpus di kelurahan tidak ada pengunjungnya. Perpus di SD saya dulu juga yg pinjem cuma saya dan beberapa teman yang memiliki interes yang sama dengan saya. Ketika udah pada gede semua, udah gak ada lagi (teman saya) yang suka baca, kecuali yang memang masih niat sekolah. Karena saat ini saya sudah tidak tinggal di Nganjuk, maka kampanye membaca dilakukan oleh Ayah, Ibu, dan kakak saya. Saya bertugas sebagai supplier buku saja. Jadi buku-buku yang sudah saya baca, saya kirim ke kampung halaman saya di New York ... eh Nganjuk sana hehehe. Terima kasih untuk idenya yang menginspirasi. ;=)

    ReplyDelete
  39. @ Om Alexander Sriewijono : wah tersanjung sekali saya, Om Alex berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak. Terima kasih untuk dukungan dan obrolan-obrolan di talkshownya (Friend and The City, O Channel) yang menginspirasi dan mendorong semangat. Matur nuwun suanget lo Om ;=)

    @ Anonymous as Endah : thanks for coming to my blog. Nice to see you here, cheers!!! ;=)

    @ Mey : wah, kerja keras dan pikiran yang lurus, serta manusia idealis seperti Anda ini yang dibutuhkan untuk kemajuan negeri ini. Jangan berhenti memberikan inspirasi kepada orang lain, termasuk untuk memajukan pendidikan Indonesia. Terima kasih kunjungannya. Salam kenal sebelumnya ;=)

    @ Lalu : Thanks a lot, Lalu untuk dukungannya. Semangat juga buatmu ya untuk terus rajin kuliah dan segera bisa diwisuda. Semoga dirimu tidak mengalami diskriminasi di dunia pendidikan. Salam kenal sebelumnya. Keep on reading ;=)

    ReplyDelete
  40. ngomongin pendidikan, cukup komplek, apalagi di tanah air dgn era globalisasi yg makin membuat paham2 ato filosofi / paradigma masuk ke tanah air.
    dan mungkin bagi saya, praktisi pendidikan Ina terlalu banyak "nganggur", minim aksi..klo masalah buku tsb, ane lum pernah baca gan, hehe :D

    ReplyDelete
  41. apa karena kita dijajah belanda ratusan tahun sehingga jadi sehati kek gtu ya... perbedaan 'kasta' dalam pelayanan sosial masih kentara, yang berdui yang akan banyak bicara dan berkuasa... padahal kita mendambakan adanya pemerataan kesempatan dikarenakan kita berstatus sama, yaitu sebagai manusia, dan yang membedakannya hanya satu yaitu ketakwaannya padaNya...

    ReplyDelete
  42. wow.. keren babnget mas adie...
    serius.. saya suka dengan tatanan kata dan rangkaian kalimat yang mas adie sajikan dlm postingan ini, apalagi kalo postingannya dibagi dalam 2 episode, jadi gak terlalu panjang mas hehehe..
    Tapi secara keseluruhan saya suka dg postingan ini.. Semangat terus mas adie...

    ReplyDelete
  43. jujur mas saya orangnya tidak memandang dengan perspektif dunia tapi memandang berdasarkan perspektif agama saya, sejak jaman dulu Islam telah mengukuhkan tidak ada perbedaan atara satu pribadi dengan pribadi lainnya, semua tergantung pendekatannya kepada Yang Maha Kuasa

    ReplyDelete
  44. Wah, moga bisa nyampe Belanda ya
    Salam semangat!

    ReplyDelete
  45. bagus tulisannya. Maju terus semoga tercapai keinginan kuliah di Belanda. Sukses ya...

    ReplyDelete
  46. @ all : terima kasih atas atensi dan doanya, semoga tulisan ini bermanfaat. Amin. Cheers to everyone!!! :=)

    ReplyDelete
  47. Setiap bangsa memiliki masa pencerahannya sendiri-sendiri. Pencerahan pertama bangsa Eropa membawanya ke dalam kemelut kolonialisme, termasuk Belanda, yang berujung pada Perang Dunia 2.
    Tetapi kini Belanda berada di garis depan dalam urusan Hak Azasi Manusia.setidaknya dengan keberadaan Mahkamah Internasional di negerinya.
    Ini dapat dikatakan sebagai pencerahan kedua bangsa tersebut yang tentunya lebih manusiawi dan tidak berwatak homo homini lupus seperti pada pencerahan pertama.
    Dengan demikian, bangsa kita pun akan sanggup melakukan pencerahan persis seperti bangsa Belanda.
    Buku Oeroeg adalah pencerahan sang pengarangnya. Dan dia ingin pencerahannya tersebut dapat kita rasakan juga.

    ReplyDelete
  48. jd pingin baca bukunya, menarik...

    btw, ikutan kompetiblog yang 2010 ya?

    mau dong baca artikelmu,hehehe :)

    ReplyDelete
  49. @ LisaDidien : hehehe iya, sila dicari di blog ini ;=)

    ReplyDelete
  50. Ada juga loh resensi buku serupa di http://local-wisdom.blogspot.com/2010/08/bandul-kehidupan-oeroeg.html, tapi jadi malu saya karena resensi Mas Adie ternyata lebih lengkap dan komprehensif. Mantap! Terimakasih

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...