Seorang backpacker legendaris pernah berkata, "Certainly, travel is more than the seeing of sights; it is a change that goes on, deep and permanent. in the ideas of living." Mungkin perjalanan seperti itulah yang dilakukan oleh John Wood. Perjalanannya yang dilakukan secara backpacker ke Nepal telah membawanya pada pengalaman yang akan mengubah hidupnya selamanya.
John Wood adalah seorang eksekutif senior di perusahaan Microsoft yang rela untuk meninggalkan kenyamanan hidup--kedudukan dan imbalan yang baik, mobil dan pengemudi sehari penuh, pilihan saham, keliling dunia dengan biaya perusahaan--untuk mendedikasikan dirinya, membantu pendidikan anak-anak di dunia ketiga khususnya pada ketersediaan sarana dan prasarana seperti buku-buku, perpustakaan, gedung sekolah, dan lain-lain.
Pertimbangan yang menjadi alasan kuat untuk membenarkan ide 'gila'nya itu adalah 'Apakah sungguh-sungguh penting berapa banyak salinan Windows yang kami jual di Taiwan bulan ini ketika jutaan anak tak memiliki akses pada buku? Bagaimana saya bisa siap mengenai proyek e-commerse kami di Hongkong atau usaha antipembajakan di China, saat tujuh dari sepuluh anak di Nepal menghadapi kebutahurufan seumur hidup. Apakah pekerjaan saya sungguh-sungguh penting? Satu tahun yang sukses hanya akan membantu sebuah perusahaan kaya menjadi semakin kaya. Saya akan menambahkan rekening di bank melebihi apapun yang mungkin saya mimpikan pada usia 35. ... Lihat, kau seharusnya mengakui kepada dirimu sendiri bahwa Microsoft akan kehilangan kau selama satu atau dua bulan. Seseorang akan dengan cepat mengisi tempat kosong itu. Itu berarti seakan kamu tidak pernah bekerja di sana. Tanyakan kepada dirimu sendiri, apakah ada ribuan orang yang mengantri untuk membantu desa-desa miskin membangun sekolah dan perpustakaan? Tak ada yang melakukan pekerjaan itu. Kamu harus bangkit menghadapi tantangan ini." (hal. 53-54).
Berawal dari keprihatinannya melihat semangat para siswa dan guru di Nepal untuk belajar, namun di sisi lain sarana dan prasarana yang mereka miliki begitu minim, John Wood tergerak untuk menghimpun bantuan dari koleganya melalui sebuah email dengan harapan mereka akan ikut berpartisipasi. Seiring berjalannya waktu, kegiatan donasi untuk membantu pendidikan anak-anak di dunia ketiga tersebut berkembang pesat sehingga pada tahun 1999 didirikanlah sebuah organisasi nirlaba dengan nama Room to Read.
Kalau kita lihat postingan terbaru dari website Room to Read di www.roomtoread.org hingga postingan ini diterbitkan, Room to Read telah membantu 1.129 sekolah, mendirikan 9.196 perpustakaan, menerbitkan 433 buku dengan total oplah sebanyak 4,1 juta eksemplar, mendonasikan 7,1 juta buku berbahasa Inggris, mendanai 8.725 beasiswa jangka panjang untuk anak perempuan, dan memberikan kelayakan kehidupan bagi 4,1 juta anak-anak di Banglades, Kamboja, India, Laos, Nepal, Afrika Selatan, Srilanka, Vietnam, dan Zambia.
Melihat pencapaian yang dilakukan oleh John Wood melalui Room to Read, rasanya tidak masuk akal jika kita tahu bahwa awal mula dari organisasi nirlaba yang mendunia dan mempunyai tempat terhormat di kalangan internasional tersebut dimulai dari sebuah email beruntun yang dikirim oleh John Wood kepada para koleganya.
Buku peraih Academy for Educational Development 'Breaktrough Ideas in Education ' Award 2007 ini memaparkan tentang kisah sukses John Wood membangun organisasi nirlaba Room to Read. Pada dasarnya untuk 'menjual' usaha nirlaba seperti ini diperlukan dua prinsip utama yaitu kemampuan menjual visi dan transparansi dalam pengelolaan dana dari para donatur.
Pengalaman bekerja di Microsoft menuntun John Wood untuk membawa organisasi nirlaba ini sesuai dengan apa yang dicita-citakannya pertama kali saat dia melakukan perjalanan secara backpacker ke Nepal. Rekruitmen pegawai yang gigih dalam menghimpun dana dan memiliki loyalitas dan integritas tinggi, menjual visi dengan menampilkan foto-foto yang memberikan energi positif bagi masyarakat, dan memberikan laporan secara berkala terhadap semua pencapaian yang telah dilakukan dari dana donasi merupakan beberapa langkah strategis John Wood untuk membuat Room to Read menjadi kredibel sebagai organisasi nirlaba bertaraf dunia.
Apa yang dilakukan John Wood adalah salah satu potret dari usaha seseorang untuk menemukan jalan hidup yang mendatangkan kebahagiaan hakiki. Sesuatu yang oleh Paulo Coelho disebut sebagai pencarian legenda pribadi dalam hidup. Melalui Room to Read, John Wood menemukan legenda pribadi itu. Sebuah media yang menyalurkan bantuan untuk menghadirkan kemungkinan untuk anak-anak di dunia ketiga menikmati pendidikan yang layak demi perkembangan diri pribadi dan kemajuan suatu bangsa di kemudian hari.
Dalam suatu kesempatan, John Wood menulis di buku hariannya: "Tidaklah penting jika kita memiliki kekayaan materi. Apa yang sesungguhnya penting adalah apa yang kita lakukan dengan kekayaan itu? Saya telah mencapai kesuksesan finansial pada usia muda, tetapi itu sebagian besar karena keberuntungan. Saya kebetulan bergabung dengan perusahaan yang tepat. Fakta bahwa saya mempunyai uang tidak menjadikan saya orang yang lebih baik. Yang sungguh-sungguh penting adalah apa yang saya lakukan dengan uang itu." (hal. 18-19)
Hasrat John Wood yang besar untuk berbagi, menghadirkan secercah harapan untuk membantu menghadirkan pendidikan yang layak bagi anak-anak di dunia ketiga, telah memancarkan energi positif yang menggerakkan ribuan orang di seluruh dunia untuk menjadi bagian dari solusi yang dia tawarkan.
Awalnya, hal-hal besar yang mendunia seperti telah terjadi pada Room to Read tersebut tak jarang disanksikan oleh banyak orang untuk menjadi kenyataan. Namun, bukti-bukti yang ada mengatakan bahwa optimisme yang disandingkan dengan kerja keras dan kerjasama yang baik, dapat menghasilkan sesuatu yang bermakna menjadi kenyataan. Maka, tidak salah jika ada peribahasa yang mengatakan bahwa tiada kebahagiaan yang lebih besar daripada kita dapat melakukan sesuatu yang menurut orang lain tidak dapat kita lakukan.
Gambar dipinjam dari sini.
Memorabilia Maria
-
.: Tengara *Maria* 🍁🌿 :.
Saat masih SD, saya mengenal sosok *Bunda Maria* hanya dari figur yang
terdapat di altar dalam rumah kawan saya yang *Katolik*...
4 years ago
udah baca buku ini pak?
ReplyDelete@ Anonymous : udah duong pastinya. Kan udah diresensi, tentunya juga udah khatam bacanya ;=)
ReplyDeleteBarusan saya mengunjungi pameran buku di Pekalongan. Tapi sayang gak menemukan buku spt di atas.
ReplyDelete