Wednesday, January 13, 2010

Superbejo

Namanya Subedjo. Biasa dipanggil Pak Bedjo. Pria. Menikah. Seorang Katolik yang (saya rasa) taat. Orangnya sederhana. Tidak neko-neko dan rajin bekerja. Pernah suatu ketika ada olok-olok yang mengatakan bahwa semua pekerjaan yang dilakukan oleh pelaksana, cukuplah Pak Bedjo saja yang mewakilinya.

Pak Bedjo adalah teman kantor saya. Mitra kerja saya dalam mengurusi masalah administrasi di kantor. Satu alasan kuat yang mendorong saya untuk menulis postingan ini hanyalah untuk mengingatkan diri saya pribadi dalam kaitannya dengan pengabdian saya sebagai pegawai di sebuah departemen di Indonesia tercinta ini. Saya pegawai baru. Baru dua tahun berkarya. Sementara Pak Bedjo sudah hampir pensiun. Bulan Agustus tahun ini Pak Bedjo akan mengakhiri masa bekerjanya sebagai pegawai negeri. Namun semangat dan daya juangnya untuk tetap bekerja bolehlah diacungi dua jempol. Mengapa? Karena berdasarkan pengamatan saya, orang yang mau pensiun biasanya semangat bekerjanya semakin luntur. Tidak sesemangat ketika masih muda dulu. Selain itu, banyak sekali pegawai yang akan memasuki dunia pensiun sering mangkir saat jam kerja. Alasannya bisa macam-macam. Mulai terapi ini itu, mengurus ini itu, pokoknya ada saja alasan yang diciptakan agar terbebas dari pekerjaan kantor.

Namun, keadaan yang berbeda terjadi pada diri Pak Bedjo. Mungkin karena kita mempunyai passion yang sama dalam hal kerjaan, dalam artian kita berdua sama-sama merasa bertanggung jawab atas setiap penghasilan yang dibayarkan oleh negara, jadi pergi ke kantor niatannya adalah untuk bekerja. Melakukan sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi kualitas pekerjaan maupun kesediaan untuk berada di ruangan saat jam kerja. Kita juga mempunyai jenis pekerjaan yang hampir sama. Yang pertama mengurusi administrasi seksi. Mulai dari mengadministrasikan surat masuk dan surat keluar, sampai mengurusi bon alat tulis kantor. Selanjutnya adalah mengurusi semua hal yang diminta oleh Kepala Seksi secara insidental. Untuk yang kedua mungkin saya lebih banyak mengalaminya. Secara pekerjaan mungkin lebih banyak saya variasinya. Namun, karena beliau sudah akan memasuki masa pensiun, sementara saya baru pemula, maka sudah sepantasnya penghargaan pegawai paling rajin di kantor untuk tahun 2009 diberikan kepada Pak Bedjo.

Saya tidak keberatan dengan hal itu. Sungguh suatu hal yang sangat bijaksana sekaligus dapat dijadikan teladan bagi siapa saja yang sudah mulai luntur pengabdiannya dan mulai tipis semangatnya dalam bekerja. Mau bayaran gajinya tapi tidak mau bekerja adalah sikap yang kerap dilakukan oleh para pegawai di Indonesia. Kita semua dapat belajar dari sikap Pak Bedjo. Ia tidak banyak bicara. Santun dalam bertutur. Dan hampir selalu berada di ruangan saat jam kerja. Beliau keluar ruangan hanya jika ada keperluan yang sangat mendesak, ada jadwal dinas luar, atau saat akan makan siang. Selebihnya bekerja di ruangan.

Meja kerjanya pun rapi. Tidak acak-acakan seperti kebanyakan meja pegawai lain, yang seringnya sengaja diacak-acak hanya agar dilihat pimpinan supaya kelihatan giat bekerja. Sederhana. Rapi dalam hasil kerja. Pembawaan yang tenang. Saya sedikit banyak belajar dari sikap Pak Bedjo tersebut. Banyak hal yang dapat dipetik dari tingkah sederhananya.

Terutama yang saya bahas di sini adalah tentang tanggung jawab dan integritasnya dalam melakukan pekerjaan. Sistem penggajian pegawai negeri adalah pembayaran di awal. Jadi, dibayar dulu baru bekerja. Bukan bekerja dulu baru dibayar seperti yang diterapkan di swasta. Sistem ini sedikit banyak mempunyai kelemahan. Di antara yang sering terjadi adalah maraknya orang-orang pemalas yang hanya mau menerima gajinya tapi tidak ada produk pekerjaan yang dihasilkan dari pembayaran tersebut. Saya kira keadaan ini banyak sekali ditemukan di semua instansi di Indonesia. Dan masalahnya, pemberhentian pegawai negeri tidak semudah memberhentikan pegawai swasta. Ada banyak sekali rangkaian administrasi yang harus dipenuhi ketika seorang pegawai akan diberhentikan. Jadi, banyak sekali unsur yang akhirnya berpotensi membuat orang malas bekerja.


Dan anehnya, hal-hal tersebut sudah dianggap wajar dan biasa saja. Bahwa sudah dimaklumi kalau orang yang mau pensiun biasanya akan mendapatkan semacam perlakuan khusus untuk boleh tidak ada di ruangan, boleh tidak bekerja, boleh melakukan sesuatu sesuai dengan kehendak hatinya. Beberapa kali menemui orang yang akan pensiun adalah orang-orang yang tidak profesional seperti itu. Mau enaknya saja. Dan kalau sudah begitu, kalau ada yang mengingatkan untuk bekerja akan dengan santai dijawab "yah yang muda-muda saja, saya sudah mau pensiun". Ungkapan yang berpretensi untuk menghindar dari tanggung jawab. Yang menjadi pertanyaan adalah biasanya mereka-mereka inilah yang bayarannya besar karena dalam sistem penggajian pegawai negeri, gaji dibayarkan sesuai dengan golongan dan masa kerja. Otomatis orang-orang yang mau pensiun adalah orang-orang yang penghasilannya (biasanya) besar dan pekerjaannya yang mulai tidak banyak.

Sebuah dilema sebenarnya. Namun saya salut dengan apa yang dilakukan oleh Pak Bedjo. Saya juga berharap ritme saya dalam bekerja juga seperti itu. Rajin, rapi, beres, tanggung jawab, dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Karena saya baru mulai memasuki dunia kerja, masih banyak yang akan saya hadapi, masih banyak yang akan saya kerjakan, dan masih banyak tantangan yang akan membentang. Hanya orang-orang yang dari awal mempunyai niatan yang baik dan ikhlas dalam bekerja, berusaha menjaga integritas dan semangat bekerja, jujur dan tanpa pretensi apa-apa dalam melakukan suatu pekerjaan selain untuk menyelesaikan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab, yang akan mendapat predikat sebagai pegawai teladan. Pegawai yang dibutuhkan untuk membawa Indonesia kembali kepada relnya menuju pemimpin peradaban dunia. Semoga saya termasuk satu di antaranya. Menjadi bejo (beruntung) seperti Pak Bedjo, yang sesuai namanya layak mendapatkan julukan superbejo.

1 comment:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...