Thursday, December 17, 2009

Paperless

Teman kantor saya selalu bilang, "Berapa banyak pohon ditebang percuma gara-gara kamu salah nge-print laporan?" Kalimat tersebut memang sedikit berlebihan, namun kalau dipikir lagi, ada benarnya juga kalau kita memikirkan ulang dan menilai diri kita pribadi, berapa banyak sebenarnya kertas yang kita pakai setiap hari? Di antara kertas yang kita pakai itu, berapa banyak yang benar-benar berguna?

Suatu kesempatan lain, saya menyaksikan bahwa setiap hari Jumat, masjid kantor saya selalu mengadakan acara sholat Jumat yang dihadiri selain oleh pegawai kantor juga pegawai atau karyawan yang bekerja di sekitar kantor. Karena daya tampung masjid dengan jumlah jemaah yang hadir tidak seimbang, alhasil banyak sekali jamaah yang terpaksa harus rela sholat di halaman masjid. Pihak kantor memang memfasilitasi dengan terpal dan tikar. Namun demikian, setelah sholat Jumat
selesai, kertas-kertas koran alas sholat itu dibiarkan begitu saja tanpa dibersihkan atau dilipat kembali. Saya jadi berkesimpulan bahwa nilai kehidupan kegunaan dari kertas koran tersebut ternyata singkat sekali. Dari pohon dibuat kertas, lalu diproduksi jadi koran, dibaca, setelah itu dipakai buat alas sholat untuk kemudian dibuang. Saya tidak tahu apakah setelah itu oleh petugas kebersihan dikumpulkan untuk direduksi atau dibakar dengan percuma. Namun hati kecil saya mengatakan bahwa telah terjadi kemubaziran atas deforestasi di masjid kantor saya. Itu saja.

Memang penggunaan kertas ini tidak terasa efeknya jika serampangan peruntukannya. Orang kebanyakan lupa tentang siklus darimana kertas berawal. Orang lebih suka permasalahannya teratasi daripada capek meribetkan bahwa penggunaan kertas tidak dihemat. Hal itu terjadi karena kertas murah harganya dan mudah didapat. Artinya, ada anggaran yang menanggung pembelian atau pengadaan kertas tersebut untuk keperluan kantor. Itu baru yang di kantor. Belum yang di rumah atau dalam kehidupan yang kita jalani selain di kantor dan di rumah.

Coba kita pikir lagi. Berapa banyak orang kos di Indonesia. Kalau tiap makan di luar mereka bungkus, dan tiap hari makannya tiga kali sehari, berapa banyak kertas dengan siklus pemakaian pendek sekali. Memang secara kimia, kertas bisa didaur ulang. Tapi, kalau jumlah kertas yang tidak berguna jumlahnya juga banyak, akan terjadi inefisiensi juga pada akhirnya. Maka dari itu, alangkah baiknya kalau kita mulai merevisi ulang segala sesuatu akan hidup kita yang berhubungan dengan kertas. Perlu ada langkah-langkah serius dalam produksi dan pemakaiannya.

Mulai dari yang kecil saja, kalau memang tidak sedang terburu-buru, lebih baik makan di tempat saja, tidak perlu dibungkus. Berkaitan dengan catat-mencatat, kalau memang bisa dicatat dalam bentuk digital (misalnya dalam komputer) tidak perlulah dicetak dalam lembaran kertas kecuali memang hasil cetakannya benar-benar diperlukan. Yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah berkaitan dengan produksi dan konsumsi buku. Untuk produksi buku akan saya uraikan di akhir. Perihal konsumsi buku (kegiatan kreatif membaca) hendaknya perlu diterapkan langkah-langkah yang dapat mengondisikan buku tersebut mempunyai masa pakai yang relatif panjang. Dapat dibaca dan dinikmati selama bergenerasi-generasi yaitu dengan membaca tanpa merusaknya. Caranya dapat dilakukan sebagai berikut:
  1. Memberikan sampul pada setiap buku-buku bacaan atau majalah-majalah.
  2. Membaca dengan tanpa membuat buku tersebut menjadi kusut.
  3. Tidak melipat halaman buku untuk membatasi sampai mana buku yang bersangkutan dibaca. Lebih baik selipkan pembatas buku sebagai penanda.
  4. Simpan buku di tempat yang tidak lembab dengan penerangan yang cukup.
  5. Jauhkan buku dari jangkauan hewan-hewan pengerat dengan menempatkannya di tempat yang bersih dan kalau bisa diberi kapur barus.
Yang terakhir sebenarnya ada, tapi mungkin ini hanya berlaku bagi saya, tapi tidak ada salahnya untuk dibagi yaitu tidak meminjamkan buku kepada orang yang kelihatannya tidak suka membaca. Yakinlah, orang-orang seperti ini dari cara memegang buku pun mereka kelihatan kalau tidak bersahabat dengan buku. Alhasil, buku yang bersangkutan rusak, terlipat, atau menjadi kusut. Bukannya saya parno, tapi mungkin agak sedikit mempunyai banyak pengalaman dengan orang-orang jenis demikian.

Berkaitan dengan produksi buku, saya agak gembira melihat produksi buku di Indonesia sudah semakin semarak dengan timbulnya komunitas-komunitas menulis dan membaca. Tiap tahun, ratusan bahkan ribuan judul buku diproduksi di Indonesia, baik itu karya dari penulis-penulis Indonesia maupun terjemahan dari buku-buku berbahasa asing. Memang menyenangkan rasanya dapat berada di antara tumpukan buku. Perpustakaan dan toko buku merupakan surga dan sarangnya ilmu pengetahuan. Di balik itu semua, tingginya produksi buku akan berbanding lurus dengan permintaan kertas. Dan kebutuhan akan kertas yang semakin tinggi berakibat pada semakin banyaknya terjadi deforestasi pada hutan-hutan kita. Menurut Menteri Kehutanan Republik Indonesia Zulkifli Hasan, luas hutan Indonesia mencapai 120 juta hektar. Faktanya, kondisi hutan yang bertahan diperkirakan tinggal 60 juta hektar, bahkan kurang. (Kompas, Sabtu, 26 November 2009). Kalau hal ini tidak menjadi perhatian kita secara serius, bukan hal yang mustahil dalam beberapa tahun lagi, Indonesia akan kehilangan sumber daya hutannya. Hal itu juga berakibat pada jumlah produksi buku.

Sebenarnya, di era yang serba digital ini, banyak sekali tersedia buku-buku dalam bentuk elektronik. Buku-buku tersebut dikenal dengan nama e-book. Banyak sekali judul-judul buku yang sudah dibuat format e-book-nya. Namun demikian, produksi e-book juga menyisakan PR yang juga menjadi masalah serius terutama terhadap masalah hak cipta dan honorarium. Selain itu orang lebih familier dengan buku-buku yang tercetak daripada buku digital. Hal itu terjadi karena buku cetak lebih mudah dan praktis dibaca dan dibawa, sedangkan untuk buku digital masih harus diperlukan perangkat pembantu baca format digital tersebut. Sebenarnya langkah ini bisa dijadikan salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan kertas. Namun demikian, bagi yang belum atau tidak terbiasa, alternatif cara memanfaatkan buku seperti yang saya jelaskan di atas bisa dijadikan rujukan.

Kertas, memang sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Kita tidak ingin segala faktor pendukung bagi kelancaran hidup kita terganggu sirkulasi dan ketersediaannya. Oleh karena itu, menjadi kewajiban kita untuk senantiasa menjadi pribadi yang sadar diri akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan demi terciptanya keselarasan dan keberlangsungan kehidupan kita. Menjadi bijaksana dalam menggunakan kertas menjadi satu dari sekian hal mendasar demi lestarinya alam kita, menjadi satu dari sekian kebajikan hidup yang harus kita jalani demi tercukupinya kebutuhan kita akan kertas tanpa mengganggu kelestarian hutan. Dengan hanya melaksanakan langkah kecil yaitu membuat siklus penggunaan kertas menjadi lebih panjang, Anda telah berkontribusi untuk membuat bumi kita menjadi lebih sehat dan lebih nyaman untuk ditinggali. Mau kan Anda sejenak memikirkannya? Lalu apalagi yang Anda tunggu, sekaranglah waktunya bagi Anda untuk melakukan tindakan nyata demi hijaunya bumi kita tercinta. Salam lestari.

Gambar dipinjam dari sini.

2 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...