Pertama kali melihat sosoknya secara langsung adalah ketika beliau menghadiri acara wisuda kelulusan saya pada pertengahan September 2007. Waktu itu menteri yang akrab disapa Bu Ani ini memberikan orasi dan wejangan secara khusus kepada para wisudawan. Memang agak aneh menyapa beliau dengan sebutan Ibu Ani mengingat nama panggilan yang sama juga dilekatkan kepada Ibu Negara Republik Indonesia, Ibu Ani Yudhoyono. Oleh karena itu, untuk kemudahan dalam penulisan di catatan saya kali ini, kita sebut beliau dengan Ibu Sri saja.
Waktu itu, yang saya rasakan ketika melihat sosok beliau. Boleh jadi saya agak kagum dengan gaya yang beliau bawakan dalam kesempatan tersebut. Kalau saya nilai, penampilannya tidak terlalu berlebihan, dalam artian make up yang tidak terlalu tebal dan baju yang tidak terlalu mewah namun tetap memperlihatkan keeleganan tersendiri. Saya semakin yakin bahwa apa yang melekat pada diri hanya sebagai faktor penunjang dari apa yang dapat menjadi faktor penentu penilaian orang lain terhadap kita. Faktor utama dari sesuatu yang dapat memperlihatkan diri kita adalah faktor dari dalam (inner), aura yang terpancar dari kombinasi beberapa hal: kecerdasan pikiran, kesopanan dalam bertindak, dan kepatutan dalam berperilaku. Hal ini pun saya perhatikan dalam setiap kesempatan beliau menghadiri suatu acara, walaupun hanya bisa saya lihat melalui televisi atau media cetak.
Latar belakang saya menulis catatan ini adalah karena tiba-tiba saja secara tidak sengaja saya menemukan salah satu lembar koran Kompas edisi Jumat, 30 Oktober 2009. Selain itu beberapa waktu lalu saya juga membeli majalah di toko buku bekas langganan saya, yang kebetulan belum sempat saya baca. Salah satu isinya pun ada yang memuat profil beliau sebagai kandidat Menteri Keuangan yang ternyata sekarang sudah menjadi kenyataan. Di luar itu semua, saya sering mendengar nama beliau sering disebut-sebut dalam beberapa minggu terakhir berkaitan dengan Hak Angket DPR atas kasus bailout Bank Century. Namun demikian, saya menulis catatan ini bukan untuk mengintervensi atau memberi dukungan tanpa sebab. Saya menulis catatan ini sebagai suatu kekagumanseorang rakya kepada menterinya, kekaguman seorang bawahan dalam suatu manajemen organisasi suatu negara di mana saya berada di bagian paling bawah, sementara beliau menempati posisi top management di lingkungan Departemen Keuangan.
Berdasarkan pada pidato dan wejangan beliau waktu acara wisuda saya berlangsung, dan beberapa wawancara atau kesempatan beliau menyampaikan suatu hal, saya percaya bahwa beliau adalah orang yang konsisten mengenai apa yang sudah menjadi keputusan final terhadap apapun yang sudah dilaksanakan. Ketegasan beliau saat mengambil langkah untuk mereformasi Departemen Keuangan pada awal masa kepemimpinannya membuktikan bahwa beliau adalah suatu sosok yang profesional dan tegas dalam mengemban salah satu amanat reformasi yaitu berusaha untuk menyajikan suatu konsep kinerja pemerintahan yang bersih dari segala praktek KKN. Memang, langkah yang diambil ini dalam kaitannya dengan modernisasi di lingkungan Departemen Keuangan bisa jadi tidak disukai oleh beberapa pihak yang justru merasa dirugikan dengan diterapkannya sistem baru ini. Pihak-pihak yang merasa terganggu tentu saja ada dua sisi, yaitu dari sisi pegawai dalam lingkup Departemen Keuangan sendiri dan dari sisi masyarakat yang berkepentingan dalam urusan yang berkaitan dengan keuangan negara.
Orang-orang lama yang notabene terbiasa dengan sistem konvensional merasa sumber-sumber penerimaan untuk kantongnya akan menjadi kering akibat diterapkannya undang-undang baru berkaitan dengan modernisasi di lingkungan Departemen Keuangan. Pegawai-pegawai lama yang sudah terbiasa dengan sistem konvensional terutama di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merasa bahwa langkah yang diambil Bu Sri semakin membelenggu kebebasan kinerja pegawai. Namun, untuk pegawai-pegawai yang memang dari awal ingin berkontribusi mengemban amanah untuk mengawal keuangan negara dengan semangat untuk menerima penghasilan secara halal dan layak, menganggap bahwa langkah ini adalah langkah terbaik demi menjaga keuangan negara . Selain itu pihak dari luar (masyarakat) pun terbagi menjadi dua. Orang-orang (dalam hal ini kebanyakan pengusaha) yang sudah terbiasa untuk berbisnis dengan jujur akan mendapat angin segar atas apa yang diambil oleh menteri keuangan ini. Namun sebaliknya, orang-orang yang memang maunya mengemplang dari kewajibannya seakan tertindih beban berat seakan-akan bisnisnya jadi seret kalau mengikuti aturan yang beliau canangkan ini.
Memang, dalam mengemban amanah ini, tidak serta merta akan diikuti secara serentak oleh pegawai di jajaran Departemen Keuangan sendiri. Saya yakin, oknum-oknum yang memang merasa masih punya kuasa atau mempunyai kepentingan akan tetap berusaha untuk berspekulasi dengan aturan-aturan yang ada. Entah saya juga tidak menganggapnya itu mustahil atau apa, bahwa sangat sulit untuk mengubah pola yang sudah bertahun-tahun tertanam dan terpelihara rapi di lingkungan pemerintahan di Indonesia. Namun demikian, kalau dinilai secara umum, tingkat KKN di Departemen Keuangan semasa kepemimpinan Bu Sri menjabat sebagai menterinya terbilang cukup rendah. Saya pernah dengar ada lembaga survey yang yang cukup kompeten (World Bank kalau tidak salah) mengatakan bahwa Departemen Keuangan adalah lembaga terbersih kedua di Indonesia dari praktek KKN. Penilaian yang patut diapresiasi dan tentu dievaluasi untuk kepentingan kelanjutan kebijakan reformasi di Departemen Keuangan. Sebenarnya rumus yang digunakan untuk mereformasi Departemen Keuangan sangat sederhana yaitu menerapkan sistem reward and punishment di mana setiap jajaran pegawai yang bekerja dengan sungguh-sungguh dan berkontribusi mengemban tugas negara akan mendapatkan reward berupa remunerasi penghasilan yang disesuaikan dengan tingkat resiko pekerjaan sesuai dengan direktorat yang membidangi suatu masalah tertentu dalam kaitannya dengan keuangan negara. Pegawai yang melakukan penyimpangan dalam menjalankan amanat yang diberikan oleh negara akan dikenai sanksi yang setimpal dengan kesalahannya. Penyimpangan yang tergolong berat pun akan berakibat pada pemutusan hubungan kerja dengan cara tidak hormat demi menjaga kredibilitas pegawai sebagai pelayan masyarakat.
Departemen Keuangan adalah departemen di Indonesia yang pertama kali menerapkan konsep remunerasi dalam sisitem penggajian pegawainya. Sistem ini mungkin akan dijadikan contoh dan akan diterapkan oleh departemen lain yang rawan timbulnya KKN. Namun demikian, saya akan memberikan catatan sedikit agar remunerasi yang akan diberlakukan di departemen atau di instansi lain tersebut akan berhasil dilaksanakan. Yang pertama tentu saja adalah perihal rekruitmen pegawai barunya. Selama rekruitmen pegawai baru tersebut masih menggunakan cara-cara lama yaitu dengan cara KKN maka mubasir sekali menerapkan konsep remunerasi karena praktek KKN akan terus menggurita sambung-menyambung untuk terus hidup dari lini yang paling bawah sekalipun. Yang kedua adalah adanya aturan yang jelas berkaitan dengan pegawai-pegawai lama, yang menurut ya lanjut dan yang nakal langsung segera dipindahkan atau dipensiunkan dini agar orang-orang seperti itu tidak jadi 'penyakit' dalam tubuh birokrasi. Hanya orang-orang yang kompeten, berdedikasi, dan berjiwa bersih saja yang harus semakin diberi kepercayaan dalam membangun negara dengan menjadi pelayan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab dalam bekerja. Jadi, keinginan untuk menerapkan sistem administrasi modern harus diikuti dengan manajemen sumber daya manusia yang mumpuni, bukan hanya sistem penggajian saya yang semakin besar take home pay-nya.
Kembali ke soal pribadi Bu Sri, saya kira setiap pribadi yang menginginkan dirinya menjadi sosok yang kompeten, berdedikasi, dan bertanggung jawab dalam bekerja dapat mencontoh dari sepak terjang beliau. Mengutip petikan wawancara beliau dengan Kompas (30/10/2009) bahwa sebagai pembantu Presiden, visi dan rencana Menteri Keuangan tidak bisa lain akan sesuai dengan tujuan nasional yang akan ditetapkan oleh Presiden. Keuangan negara dikelola secara baik, profesional, jujur, bersih, dan akuntabel. Keuangan negara harus mengambil peranan sentral dalam memperbaiki perekonomian termasuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Reformasi birokrasi di Departemen Keuangan akan diteruskan agar seluruh jajaran menjadi kompeten dan tidak korup serta berwibawa dalam menjaga kepentingan publik secara amanah. Secara khusus juga harus ditingkatkan reformasi pajak dan reformasi bea cukai sehingga pelayanan lebih baik dan di sisi lain penerimaan negara makin tinggi. Kita juga merencanakan pengelolaan kekayaan negara , belanja negara yang tepat sasaran dan tepat waktu, serta pembiayaan termasuk utang negara makin menurun risiko dan peranannya.
Mencetak generasi yang jujur dan mempunyai kredibilitas yang tinggi dalam menjalankan amanah negara bisa berawal dari pendidikan keluarga sedini mungkin. Pribadi Bu Sri sendiri yang memang berlatar belakang keluarga pendidik (guru/dosen) mendapatkan didikan keluarga atas penanaman nilai-nilai hidup berdasarkan agama Islam (karena beragama Islam) dan budaya Jawa (kebetulan berasal dari suku Jawa). Nilai-nilai pengajaran untuk cinta tanah air, menjaga persatuan di keluarga, selalu peka secara sosial, tenggang rasa, jujur, mengikuti ilmu padi, makin berisi makin menunduk, sepi ing pamrih, jangan pernah berlebihan, sederhana, dan selalu mengasah rasio, logika, atau pikiran yang diseimbangkan dengan hati, empati, dan rasa.
Saya kira tidak berlebihan jika saya sempat agak kagum melihat nilai-nilai positif yang bisa diambil dari pribadi beliau yang brilian itu. Yang paling saya kagumi adalah kemampuannya dalam berkomunikasi dengan semua pihak. Bahasanya terang dan langsung. Beliau dapat menjelaskan perihal perekonomian dari tingkat internasional sampai kepada pemahaman orang awam.
Namun demikian, berita yang akhir-akhir ini berhembus adalah mengenai adanya ganjalan kepada beliau untuk meletakkan jabatannya sebagai Menteri Keuangan berkaitan dengan korupsi Bank Century. Saya sebagai orang yang awam tentang permasalahan perbankan tidak bisa berkomentar banyak. Saya hanya berharap jangan sampai masalah tersebut berlarut-larut tanpa ada penyelesaian yang pasti sesuai dengan aturan yang berlaku. Jangan sampai karena adanya kepentingan politik yang menguntungkan beberapa pihak, Indonesia kehilangan penjaga gawang perekonomian yang menurut majalah The Economist merupakan Menteri Keuangan terbaik di dunia. Sebagai warga masyarakat biasa, saya tetap mendukung dilaksanakannya perbaikan di semua lini dalam tubuh birokrasi pemerintahan di Indonesia.
Jika memang Bu Sri terlibat suatu kasus hukum yang memang menyimpang dari aturan yang berlaku, semoga aparat hukum melakukan tindakan hukum sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Namun, jika ternyata permasalahan tersebut digulirkan dengan hanya untuk melapangkan urusan politis jangka panjang, saya pikir Presiden harus segera turun tangan untuk memberikan perlindungan agar kepentingan negara dan kepentingan rakyat diletakkan di atas segala kepentingan politis yang mengacu pada kepentingan individu maupun beberapa kelompok saja.
Memang masih jauh perjuangan yang harus kita lakukan demi membersihkan Indonesia dari cengkeraman pelaku KKN. Oleh karena itu, kita senantiasa dituntut untuk selalu banyak-banyak belajar. Belajar ilmu kehidupan.
Gambar dipinjam dari sini.
Memorabilia Maria
-
.: Tengara *Maria* 🍁🌿 :.
Saat masih SD, saya mengenal sosok *Bunda Maria* hanya dari figur yang
terdapat di altar dalam rumah kawan saya yang *Katolik*...
4 years ago
Sbg orang awam, saya terkadang dibuat geleng2 dgn kasus Bank Century. Maka dari itu agaknya sangat sulit untuk membedakan mana yg benar dan mana yg salah. Bung Adie, saya sbg seorang teman, tetap mendukung upaya sampean dalam menjalankan fungsi dan peran sempean sebaik-baiknya di Depkeu.
ReplyDelete@ Puguh : memang, lebih baik diikuti saja kisahnya di televisi. Kalau saya sendiri tetap percaya pada integritas Bu Sri Mulyani, bukan karena beliau bos saya, tapi saat ini perekonomian Indonesia butuh orang yang kompeten, berintegritas, dan jujur dalam bekerja. So, kita berharap yang terbaik saja untuk kesejahteraan rakyat Indonesia ;=)
ReplyDeletewedeee mas Adie....saia juga sejujurnya berada di pihak Bu SM...bukan karena saia berada di instansi yang sama dengan saudara, tapi yaa berdasarkan feeling saia dan pengamatan saia yang sangat terbatas ini, saia merasa ini hanya jebakan politik saja....hehehe.....jangan sampai kita kehilangan sosok orang cerdas lagi seperti dulu kita menyia2kan Pak Habibie....hanya karena politik yang lama2 makin tidak santun...,
ReplyDeleteWah, sudah keduluan kamu tulis profilnya Ibu kita yang satu ini, ya sudahlah...Btw ada Foto beliau nampang di kamarku, gedhe lho...We proud of her...
ReplyDelete