Friday, December 19, 2008

Membaca Buku Vs Menonton Televisi

Kata sebagian orang, membaca buku merupakan kegiatan yang menyenangkan karena selain sebagai hiburan, dengan membaca pengetahuan kita akan semakin bertambah. Sebagian yang lain mengatakan bahwa menonton televisi adalah kegiatan yang mengasyikkan karena selain terhibur, menonton televisi tidak perlu menghabiskan energi dan pikiran seperti saat membaca buku.

Dualisme kegiatan pembunuh waktu luang tersebut yang sekarang sedang hangat menjadi obyek diskusi selain pemilu dan melonjaknya harga minyak dunia.

Para pembaca buku mengatakan bahwa menonton televisi merupakan kegiatan yang sia-sia dan buang-buang waktu. Televisi diklaim sebagai media yang bertanggung jawab pada perusakan moral bangsa yang senantiasa menyebarkan ketololan dan kelemahan dalam berpikir. Pendapat tersebut dilontarkan oleh orang-orang sok suci yang menganggap bahwa membaca adalah kegiatan paling mulia yang menempatkan pelakunya pada kasta tertinggi dalam kehidupan. Mereka menganggap bahwa orang yang tidak suka membaca dan lebih suka menonton televisi sebagai manusia-manusia yang penuh dengan kemubaziran dalam memanfaatkan waktu, berpikiran parsial, dan cenderung ber-IQ jongkok. Mereka berpendapat bahwa kegiatan menonton televisi hanya pantas dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga dan para pembantu serta mereka-mereka yang memang kurang mendapat porsi dalam sebuah diskusi.

Sebaliknya, para penonton televisi menganggap bahwa membaca buku hanya pantas dilakukan oleh orang-orang 'pengangguran', para pelajar dan mahasiswa sebagai tuntutan pendidikan, dan orang-orang yang sulit bergaul dalam masyarakat. Mereka menganggap bahwa seorang kutu buku itu adalah sosok manusia kuper yang identik dengan tampilan kacamata tebal dan tampang serius setengah culun.

Persepsi-persepsi di atas terjadi akibat adanya pemikiran parsial mengenai kegiatan yang jarang dilakukan keduanya karena memang berseberangan.

Membaca Buku

Membaca buku memang kegiatan yang dapat mengasah intelektual. Kita diajak untuk berdialog dan bertukar pikiran dengan sang penulis. Kegiatan membaca merupakan kegiatan kreatif yang dapat mengurai simpul-simpul pemikiran kita menuju pemahaman suatu pengetahuan. Pertanyaannya, apakah kegiatan membaca sepenuhnya merupakan kegiatan yang positif? Apakah kegiatan membaca tidak berpotensi merusak moral bangsa?

Hal itu sepenuhnya tergantung pada kegiatan membaca seperti apa yang kita lakukan dan buku-buku apa saja yang kita baca. Kalau kita membaca menempatkan diri sebagai 'penurut atau pengekor', maka dengan mudahnya informasi-informasi terpatri dalam pikiran kita sekalipun salah. Karena deskripsi dan argumentasi dari penulis buku sangat mungkin mempengaruhi cara berpikir seorang pembaca buku jika sang pembaca tidak mempunyai prinsip-prinsip, cara pandang, dan pedoman hidup yang dapat dijadikan peganggan dalam menjalani kehidupan.

Selain itu sikap kritis dan pandai memilah untuk menyeleksi dan menempatkan pandangan orang lain sesuai dalam tarafnya pada kecocokan dengan prinsip yang kita pegang teguh merupakan sistem kontrol yang efektif untuk menghindari pengaruh negatif dalam membaca.

Berkaitan dengan moral bangsa, kegiatan membaca pun dapat berpotensi merusak moral bangsa jika buku-buku sebagai sumber bacaan yang dikonsumsinya mengandung nilai-nilai pencabulan, ideologi yang yak bersinergi dengan nilai-nilai dalam masyarakat, serta buku-buku yang mendorong perpecahan kesatuan nasional atas dalih kebenaran agama atau kepercayaan tertentu, dan buku-buku lain yang mendorong terjadinya pengerdilan pemikiran. Buku-buku yang ramai di sampul, miskin dalam informasi.
Buku-buku yang tidak sesuai dengan porsi pembacanya pun akan berpotensi dalam membentuk sikap yang menyimpang dalam kehidupan. Buku-buku yang di dalamnya memuat kegiatan seksual yang semula ditujukan untuk konsumsi pembaca dewasa (yang saya maksud di sini adalah dewasa sepenuhnya dalam pola pikir, bukan dewasa dalam usia), jika dilahap oleh pembaca yang belum dewasa, bukan tidak mungkin akan mendorong adanya perilaku menyimpang dalam masyarakat yang berdampak pada merosotnya moral bangsa.

Intinya, kegiatan membaca selain membawa dampak positif juga berdampak negatif jika kita tidak mempunyai sistem kontrol dalam menerima informasi dari sebuah buku.

Menonton Televisi

Menonton televisi memang lebih sederhana daripada membaca buku. Namun demikian, kurang tepat apabila kita mengatakan bahwa televisi adalah bianmg bencana kemerosotan moral bangsa. Sama seperti buku, tidak semua program televisi itu berisi sampah. Masih banyak acara-acara televisi yang mendidik, memberikan inspirasi untuk maju, dan menyentilkan persoalan yang layak untuk dipikirkan, perlu dicari solusi dan diberi perhatian penuh.

Memang, akses masyarakat Indonesia terhadap televisi lebih besar daripada terhadap buku, maka diperlukan juga sebuah lembaga pemerintah untuk mengatur mekanisme penyiarannya.

Dalam menonton televisi, kita dituntut secara aktif untuk menggunakan logika dalam mencerna informasi yang disajikan jika kita tidak mau disebut sebagai budak televisi. Pikiran kita harus bisa menuntun diri pribadi untuk memilah mana yang baik dan mana yang tidak. Jangan pernah mau diperhamba oleh acara televisi yang hanya memberikan adiktif untuk senantiasa mengikutinya tanpa dibarengi dengan penambahan informasi yang berguna.

Tempatkan diri Anda sebagai penonton profesional dan bukan sebagi botol kosong yang dengan mudahnya diisi dengan berbagai macam informasi. Tambatkan persepsi dalam pemikiran Anda bahwa harus ada hal yang wajib dibayar (baca: menambah pola pikir dan cara pandang terhadap suatu permasalahan) dalam setiap program acara yang Anda tonton.


Membaca buku dan menonton televisi sama-sama merupakan kegiatan yang menyenangkan dan bermanfaat apabila kita menempatkan keduanya sebagi media untuk mencapi kemerdekaan berpikir. Pandangan manusia yang sok suci bahwa membaca lebih bagus dan berharga daripada menonton televisi serta pandangan dari para penonton televisi yang menganggap bahwa membaca itu buang-buang waktu akan sirna jika kita menempatkan keduanya secara seimbang dan mampu memanfaatkannya demi tercapainya kemaksimalan potensi diri. Kegiatan membaca buku atau menonton televisi yang dipaksakan hanya akan menghasilkan sesuatu yang parsial, tidak utuh, dan akan kehilangan jiwanya sebagai suatu tahap transfer informasi dan pengetahuan.

Jika keduanya menyimpan manfaat yang luar biasa, mengapa tidak kita lakukan saja semuanya. Bukankah yang merasakan manfaatnya kita sendiri. Jadi mari kita mulai membaca dan menonton televisi dengan hati demi tercapainya suatu kemaksimalan potensi diri.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...