Thursday, December 11, 2008

Bersahabat dengan Buku: Sebuah Ritual Kecil Menghargai Buku

Buku bagi saya laksana seorang sahabat. Ia merupakan sahabat paling ikhlas yang pernah saya temui. Selalu ada di kala senang maupun susah. Memberikan pengetahuan tanpa pernah sekalipun mengharapkan sebuah imbalan.

Hal pertama yang saya lakukan sehabis membeli buku adalah dengan memberikan sampul pada buku tersebut. Sebuah ritual kecil yang dilakukan dengan khidmad dan hati-hati untuk mendapatkan tampilan buku yang rapi. Bagi saya penampilan itu penting. Saya cinta pada kerapian. Bahkan kadang-kadang, saya menganggap bahwa berantakan adalah salah satu dosa besar. Setelah memberikan identitas pada buku, saya pisahkan buku-buku yang ingin saya baca lebih dulu dan buku-buku lainnya yang menunggu untuk dibaca, saya masukkan ke dalam rak buku, sebuah lemari yang sering saya sebut sebagai SARANG PENGETAHUAN.

Ritual membaca pun akan menjadi semacam upacara bagi saya. Sebuah kegiatan yang penuh aturan demi menciptakan suatu kondisi yang sempurna demi lancarnya proses transfer pengetahuan. Aturan-aturan tersebut meliputi:

  1. Saya menghindari melakukan kegiatan dalam waktu bersamaan. Membaca ya membaca. Nonton TV ya nonton TV. Saya menghindari membaca sambil nonton TV. Apalagi sambil ngobrol.
  2. Menjauhkan segala sesuatu yang mengandung minyak. Saya tidak ingin buku-buku saya terkena minyak karena sangat sulit menghilangkannya meskipun sudah dijemur di bawah sinar matahari. Makanan-makanan tersebut baru saya sentuh saat rehat dari membaca.
  3. Poin yang paling penting adalah cara memegang buku. Saya suka membaca buku dengan memegangnya sedemikian rupa sehingga membuat buku tersebut tidak lecek dan kusut saat selesai dibaca tanpa mengurangi kenyamanan dalam membaca.
Dari ketiga aturan tersebut, mungkin aturan ketiga yang paling tidak disetujui oleh banyak orang. Kebanyakan orang akan berkata "kalau tidak lecek dan kusut, tandanya buku tersebut tidak pernah kamu baca." Bagi saya, kalau kita bisa mengambil pengetahuan dari sebuah buku tanpa harus melukai fisik buku tersebut, itulah hal mulia yang bisa kita lakukan untuk menghargai buku.

Ibaratnya, saya tidak ingin mencekik- istilah yang saya gunakan ketika melihat orang memegang buku dengan kasar- sebuah buku setelah isinya saya serap. Selalu ada sopan santun dan etika dalam memperlakukan sesuatu, terutama terhadap buku. Terlebih lagi buku tersebut adalah buku koleksi perpustakaan.

Alasan mengapa saya malas pergi ke perpustakaan umum daerah kota saya adalah selain koleksinya tidak lengkap, buku-bukunya cenderung lecek dan kusut dengan sudut-sudut kertas yang terlipat-lipat. Saya paling tidak suka melihat buku yang kondisinya mirip dengan koran yang akan dipakai untuk membungkus teri. Memang aneh kelihatannya. Tapi coba kita renungkan sejenak. Sebuah buku yang anda pinjam dari perpustakaan atau anda beli dari toko buku, bukanlah milik anda sepenuhnya. Orang lain termasuk generasi yang akan datang mempunyai hak yang sama besarnya untuk merasakan kenikmatan membaca seperti yang anda dapatkan.

Saya jadi ingat bahwa buku-buku yang dulu saya gunakan untuk latihan membaca, masih utuh dan terawat sampai sekarang. Padahal buku tersebut adalah buku yang sama yang dipakai kakak saya untuk latihan membaca. Hal yang sama terjadi pada diktat kuliah bapak saya. Buku-buku yang dulu dibeli bapak saya, yang beliau gunakan sebagai referensi skripsi, masih dalam kondisi sempurna saat saya butuhkan ketika menulis karya tulis ilmiah di bangku SMU. Padahal buku tersebut dibeli saat saya belum lahir, bahkan mungkin belum direncanakan. Hal itu terjadi karena adanya pemikiran bahwa wujud tanggung jawab kita terhadap sebuah buku adalah dengan memanfaatkan (baca: membaca), merawat, dan membuat buku tersebut mempunyai 'masa pakai' yang relatif lama serta dapat menjangkau khalayak seluas-luasnya.

Buatlah metamorfosis dan mata rantai sebuah pohon yang diolah menjadi kertas yang akhirnya anda pegang dalam wujud buku menjadi kian bermakna dengan membuatnya menjadi media transfer pengetahuan yang awet dan dapat menjangkau khalayak sebanyak mungkin dalam rentang waktu yang relatif lama.

Bayangkan, berapa banyak pohon yang dapat dihemat dengan memperlakukan sebuah buku yang sedang anda baca. Hanya dengan sedikit kerelaan dari diri kita untuk secara sadar menanggalkan sisi egois dalam memanfaatkan sebuah buku akan membawa dampak positif yang mungkin luput dari pemikiran kita. Sebuah perlakuan yang sudah selayaknya kita lakukan terhadap sesuatu yang telah berkontribusi membuat kepala kita tidak kosong.

Sebuah tindakan nyata. Suatu ritual kecil.
Demi cinta pada sang sahabat.

1 comment:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...