Friday, September 30, 2011

Arisan dan Reuni

Salah satu film favorit saya ;-
Film Arisan karya Nia diNata merupakan salah satu film Indonesia favorit saya. Film ini selain jalan ceritanya menarik juga membuka 'mata' saya akan gaya hidup dan cara bersosialisasi yang 'lain' di semesta bernama Jakarta. Saat masih tinggal di daerah, arisan yang saya kenal adalah arisan-arisan yang biasa diikuti oleh ibu saya. Memang sih, walaupun jenisnya juga macam-macam tapi tak semewah arisan yang populer di kalangan orang kaya ibukota tersebut.

Yang saya tahu sih ada arisan panci, arisan Pon, arisan PKK, arisan Dharma Wanita, dan arisan motor. Dinamakan arisan panci karena pesertanya berharap untuk mendapatkan barang-barang keperluan rumah tangga seperti panci, rantang, wajan, dan lain-lain dari arisan tersebut. Arisan Pon dilakukan mengikuti kesepakatan hari bayarnya bersamaan dengan hari pasaran. Arisan PKK dikenal karena ibu saya eksis menggalang keterampilan ibu-ibu di kelurahan. Ibu saya (terpaksa) ikut arisan Dharma Wanita karena beliau seorang guru (baca: pegawai negeri). Kalau arisan motor saya tahu dari para tetangga yang (tiba-tiba) kaya dan (mendadak) punya motor gara-gara ikut arisan, padahal tidak punya sawah.

Tak pernah sebelumnya saya mengenal jenis arisan seperti arisan cantik, arisan kolektor jam, arisan pecinta kucing, arisan kolektor tas, arisan tujuh belas, arisan dua empat, arisan tiga empat, dan arisan perhiasan 'bling-bling'. Belakangan saya baru tahu ada juga yang namanya arisan 'cowok'. Gak usah dibahas ah. Tak seperti di desa yang pesertanya cuek bebek soal penampilan, arisan di ibukota terbilang 'wah di mana pesertanya punya kostum khusus sesuai dengan tema yang ditetapkan.

Intinya, arisan merupakan media ibu-ibu untuk bersosialisasi dan sejenak melupakan kesibukan rumah tangga. Eh, begitu saya di Jakarta, baru tahu kalau arisan ternyata juga diikuti oleh bapak-bapak. Kalau bukan karena terkait kerjaan, sebenarnya saya males ikut arisan. Selain ajang untuk bersosialisasi, arisan digunakan untuk bertukar informasi, berbagi pengalaman, dan tak lupa, pamer sesuatu. Ini yang bikin males.

Saya jadi ingat dengan acara reuni-reuni yang saya ikuti di Jakarta. Walaupun gak ada arisannya, suasananya mirip sekali dengan suasana arisan. Kumpul-kumpul, makan-makan, foto sana-sini, gosipin ini-itu, dan pamer ini-itu. Kadang males juga mau ikutan. Paling malesnya justru bukan pada bagian bertemu dengan teman lama atau klien-klien baru. Tapi lebih pada capeknya menuju dan pulang dari lokasi diadakannya reuni. Selain itu, saya juga males kalau ada pesertanya yang suka pamer kekayaan baik itu hasil dari uang panas maupun dikumpulkan dari 'uang dingin'.


Kadang saya jadi kepikiran untuk mengadakan arisan turis saat reuni atau ngumpul dengan teman di mana pesertanya adalah orang-orang yang suka jalan-jalan dan kalau narik, uangnya harus digunakan untuk jalan-jalan ke suatu tempat. Pulangnya, peserta tersebut harus membuat laporan atau menulis catatan perjalanannya sebagai oleh-oleh dan bekal untuk berbagi informasi di acara arisan atau reuni berikutnya. Biar ngobrolnya gak melulu pamer kekayaaan, tapi pamer foto (narsis) dan segepok pengalaman berharga selama jalan-jalan.

Jadi, modelnya seperta nabung dulu, terus begitu narik langsung bisa dipakai untuk modal jalan-jalan. Sebenarnya arisan model begini sudah diterapkan oleh pengelola-pengelola 'arisan' untuk memberangkatkan peserta umroh dan naik haji. Pesertanya kan sebenarnya diharuskan untuk melakukan perjalanan jauh dengan biaya yang tidak murah. Makanya pakai arisan dulu untuk ngumpulin duitnya. Bisa dicontoh tuh untuk para backpacker, yang mau jalan baik ala gembel atau dengan gaya juragan.

Yang menyenangkan dari acara arisan plus reuni adalah ngumpul-ngumpulnya. Makan bareng, cerita-cerita lucu, ngomongin orang yang dianggap nyebelin, tukar informasi tentang banyak hal seperti siapa sekarang gandengan si Anu, tempat makan yang enak dan murah, sale barang-barang lucu, dan pertanyaan menyebalkan tentang kapan mau menikah. Di acara arisan atau reuni biasanya juga ada yang jualan barang-barang dan makanan. Mereka bawa sampel barang untuk ditunjukkan ke peserta lain dengan embel-embel 'harga promosi' khusus teman. Eng ing eng

Biasanya saya sih menyempatkan diri untuk datang di acara-acara tersebut. Tidak dipungkiri, saya memang butuh bersosialisasi. Kalau pesertanya saya rasa happening dan punya pace yang sama dengan saya, wih pantang untuk dilewatkan. Tapi, akhir-akhir ini saya agak selektif menerima undangan bersosialisasi walaupun dengan embel-embel arisan, reuni, kumpul-kumpul, temu kangen, atau apalah itu. Apalagi kalau yang ngundang adalah teman lama yang udah jarang ketemu, klien lama yang tiba-tiba pengen kerjasama lagi, atau sahabat yang mendadak menggebu-gebu kangen pengen ketemu.

Memang sih, awalnya acaranya ngobrol-ngobrol tentang pengalaman dan 'kangen-kangenan'. Ngajak makan dan memuji keberhasilan pencapaian. Mendengarkan dengan sabar obrolan kita yang paling tidak penting sekalipun. Tapi setelah agak bosan ngobrol, mulailah inti dari undangan tersebut terkuak: nawarin MLM. Ih males. ;-P   

1 comment:

  1. Memang ada kalanya orang-orang ikut arisan hanya sekedar tuntutan sosialisasi. Di desa saya, arisan bak kegiatan wajib ibu-ibu. Sekalipun bagi ibu-ibu di tingkat perekonomian bawah yang akan merelakan jatah nasi demi tuntutan sosialisasi.
    :-)

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...