Monday, June 21, 2010

Episode #25: I Love Indonesia

Dengan cara apa sebenarnya yang paling efektif untuk mengekspresikan bentuk kecintaan kepada Indonesia tercinta? Pertanyaan ini sebenarnya lebih tepat dilontarkan saat refleksi peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. Tapi, beberapa waktu lalu saya mendengar teman-teman saya sedang sibuk menjelajah Indonesia dalam rangka Program Aku Cinta Indonesia yang diselenggarakan oleh Detik.com.

Senang sekali rasanya bisa jalan-jalan. Apalagi salah satu mimpi saya adalah bisa keliling Indonesia. Syukur-syukur bisa gratis. Tapi kalau tidak dapat gratisannya ya semoga diberi rezeki yang cukup supaya bisa tetap jalan-jalan.
Lalu, apakah yang membuat kegiatan jalan-jalan bisa menumbuhkan rasa cinta kepada negeri Indonesia tanah air tercinta.

Suatu ketika saya sempat berkenalan dengan buku berjudul Eat Pray Love karya Elizabeth Gilbert. Buku ini tentang pelepasan seseorang terhadap simbol-simbol kesuksesan yang biasa dialami orang dalam hidup baik meliputi karir, keluarga bahagia, harta melimpah, dan derajat yang tinggi di masyarakat untuk kemudian melakukan pencarian jati diri di Italia (eat = makan-makan enak dan menikmati kuliner Italia yang memang sangat kaya), India (pray = beribadah, mengenal Tuhan melalui suatu pengasahan spiritual dalam yoga), dan Indonesia (love = pencarian cinta yang 'konon' memang tumbuh subur dalam 'surga-surga' kecil di Indonesia).

Buku tersebut sempat membuat saya bangga bahwa suatu tempat di muka bumi yang katanya merupakan sarang teroris disebut sebagai tempat untuk mencari cinta. Cinta di sini saya artikan bukan dalam arti hubungan lelaki perempuan tapi lebih kepada kasih kepada sesama. Saya pernah berkunjung ke Bali dan berdasarkan pada apa yang saya rasakan, ada tempat-tempat di Bali yang dapat membawa ketenangan batin bagi saya untuk sejenak melupan rutinitas, rehat sejenak dari keruwetan ibukota, dan berusaha berada di 'titik nol' dalam diri.

Mungkin bukan itu yang disebut sebagai menemukan diri. Tapi merasakan sejenak jiwa dan fisik kita jauh dari segala kepenatan hidup cukup untuk membawa semangat baru saat kembali beraktivitas dan bergelut dengan rutinitas. Saya tak tahu pasti, apakah itu efek liburan. Saat sebelum liburan dimulai, biasanya darah ini gampang sekali mendidih, saya menjadi mudah tersinggung dan marah-marah, lebih banyak cemberut, dan badan terasa membawa karung bermuatan tiga ton. Namun, setelah pulang liburan biasanya saya jadi murah senyum, semangat untuk menerima tantangan, dan berusaha mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya tanpa merasa perlu marah-marah.

Mungkin itu juga yang membuat saya berpikir bahwa kecintaan kepada negeri Indonesia tercinta bisa tumbuh dari mana saja. Melihat wilayah Indonesia dari dekat, ke tempat-tempat yang belum pernah kita kunjungi sama sekali, kadang-kadang bisa mendatangkan perasaan syukur bahwa sebenarnya apa yang sudah kita punya merupakan madu yang layak untuk dinikmati, bukan untuk dicela gara-gara melihat ada tempat lain yang (mungkin) menurut orang lain lebih menarik daripada Indonesia. Selain itu, melihat dari dekat wilayah-wilayah di Indonesia bisa mendatangkan perasaan bahwa ternyata Indonesia itu luas, makanya jangan biarkan sekalipun orang-orang asing menguasai sejengkal wilayah di Indonesia.

Memang kalau kita lihat, masih banyak kesenjangan antara wilayah Indonesia Barat dengan wilayah Indonesia Timur. Infrastruktur dan pembangunan sumber daya (alam maupun manusia) masih belum merata. Ini merupakan PR bagi bangsa kita di masa ini.

Sebagai orang Indonesia, entah mengapa sampai saat ini saya belum merasa tertarik untuk travelling ke luar negeri selain untuk sekolah. Teman-teman saya sudah berusaha mendorong-dorong saya untuk membuat paspor supaya bisa berangkat ramai-ramai ke Singapura atau Pucket. Tapi, saya kok lebih suka jika diajak keluyuran ke wilayah-wilayah di Indonesia saja. Jika ada waktu, dana, dan ajakan teman, saya lebih suka memasukkan tempat-tempat seperti Sikuai, Danau Toba, Derawan, Kakaban, Tana Toraja, Wakatobi, Bunaken, Raja Ampat, Kelimutu, dan Rote dalam daftar tunggu acara jalan-jalan saya berikutnya daripada ke Singapura atau Kuala Lumpur.

Yang jadi permasalahan saya sebagai orang Indonesia yang masuk kategori 'biasa-biasa' saja, menjadi agak berat jika datang ke wilayah Indonesia yang kebanyakan didatangi oleh para bule. Karena charge-nya bisa pakai dolar atau euro. Jalan-jalan ala gembel pun bisa terasa males kalau ternyata jatuhnya bakal mahal juga biayanya. Tapi walaupun begitu, jalan-jalan itu penting. Manfaatkan cuti. Tidak ada salahnya mencoba mencari, melihat, dan mengamati kehidupan orang-orang yang jauh dari keseharian kita dan ambil nilai-nilai kehidupan yang tersaji di dalam perjalanan itu.

Indah, jelek, bagus, cantik, hijau, biru, subur, gersang, terang, gelap. Itu semua mungkin akan kamu temui. Dan sadarkah dirimu kalau itu adalah negerimu tercinta Indonesia. Mulailah menikmatinya. ;=)

Gambar dipinjam dari sini.

2 comments:

  1. Teorinya Aa Gym yg 3 M sepertinya bisa dipakai lagi, yakni mulailah dari yang terkecil, mulailah dari diri sendiri, dan mulailah sekarang juga. Tentu saja 3 M itu perlu ditafsirkan secara seksama.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...