Wednesday, June 16, 2010

Episode #19: Wisata Kuliner = Makan-Makan Enak

Polisi, dokter, atau pegawai pajak. Kalau dulu waktu kecil sudah ada acara televisi yang namanya Wisata Kuliner, saya mungkin kalau ditanya apa cita-citanya waktu SD akan menjawab pengen sekali menjadi Pak Bondan (Winarno). Sejak menonton acara itu saya langsung menjadi penonton setia. Jadi, sampai sekarang setiap Sabtu pagi jam 7.30 WIB, saya sudah standby di depan tipi hanya untuk melihat Pak Bondan ngomong 'mak nyus' sambil menikmati sarapan pagi saya yang gak ada mak nyus-mak nyusnya sama sekali. Apakah semua makanan yang dinikmati sama Pak Bondan itu memang benar-benar mak nyus. Kadang iya kadang tidak.

Karena sekarang (sedikit-sedikit) sudah punya duit sendiri buat jalan-jalan, jadi (kebetulan) tahu tempat-tempat yang dikunjungi Pak Bondan. Saya katakan, tidak semuanya makanan yang dinikmati Pak Bondan itu enak. Saya gak tahu ya, mungkin karena dikunjungi Pak Bondan, warung atau rumah makan itu jadi laris. Karena laris, pelayanan dan kualitas rasa kurang diperhatikan. Padahal kan kalau dipikir, orang pergi ke warung atau rumah makan kan untuk membeli 'rasa' bukan membeli 'bekas' kunjungan Pak Bondan.

Kalau saya mau jalan-jalan biasanya suka browsing dulu makanan-makanan apa yang khas di daerah yang akan saya kunjungi. Karena gak setiap hari bisa ke daerah situ, rugi kan kalau tidak mencobanya. Sampai saat ini, makanan yang selalu mengundang saya untuk terus datang berkunjung adalah es krim ragusa di Jalan Veteran, Jakarta. Selain gak jauh-jauh dari tempat tinggal, harganya murah, esnya uenak, dan rasanya tetap terjaga meskipun udah lama gak dateng-dateng lagi ke situ. Unrecommended buat makanan-makanan yang dijual di emperannya. Udah (di)mahal(-mahalin), gak enak pula rasanya (kecuali mungkin otak-otaknya ya yang agak lumayan). Yang paling unik, pas mau bayar di kasir, ternyata masin kasirnya masih pakai 'kalkulator' jaman Belanda. Sayang gak sempat foto-foto di sana. Selain tempatnya sempit, takut dikira norak, hehehe.

Makanan yang menjadi favorit saya yang lain adalah pisang ijo. Ini asalnya dari Sulawesi Tenggara. Saya mencicipinya pertama kali waktu acara perayaan daerah pas jaman kuliah. Karena yang jualan teman-teman sendiri, saya akhirnya bisa mendapatkan hidangan spesial ini. Saya hanya berharap suatu saat bisa menikmati pisang ijo di tempat asalnya.

Kalau lagi ngumpul dengan keluarga atau ikut acara perpisahan orang-orang kantor, tempat makan yang dijabanin paling-paling restoran Sunda. Dan seperti sudah bisa ditebak, menunya sih sudah sangat familier saking seringnya dinikmati. Saya selalu menikmati gurami asem manisnya. Daripada digoreng, gurami lebih terasa mak nyus kalau dibumbu. Selain itu cumi dan udang goreng cocok juga dicocol dengan sambel pedasnya. Hhhhmmm ... yummy. Tapi, dari sekian kali 'pesta' makan-makan yang pernah saya ikuti, saya selalu ketiban sial untuk menghabiskan menu. Alasannya klise. Saya orangnya paling anti tidak menghabiskan makanan. Dari kecil 'pengetahuan' dari orang tua ditanamkan ke kepala saya agar selalu menghabiskan makanan yang sudah dipesan. Mubazir kalau dibuang percuma. Awalnya sih asik-asik saja. Tapi, suatu ketika kok menu di meja makan masih banyak sekali, sementara menu pesanan saya yang terdiri dari udang goreng, tempe mendoan, gurami asem manis, dan jus alpukat belum habis. Alhasil, saya diam-diam membujuk teman-teman kantor yang cewek untuk membungkusnya.

Memang sih, untuk ukuran standar, menu makanan Sunda bisa dikatakan murah meriah. Apalagi kalau yang diajak makan 'bangsa kurawa'. Saya pernah trip bareng teman-teman ke Bandung. Dan setiap kali mau makan selalu ke restoran Sunda. Sudah bosan rasanya perut ini kemasukan makanan serupa yang itu-itu saja. Kalau tidak cermat menghitungnya, bisa-bisa jebol ni isi kantong. Tapi, karena itu trip kita pertama bisa rame-rame dalam jumlah formasi lengkap, selalu ada excuse untuk sebuah kebersamaan.

Saya, makan di daerah Dago, Bandung.

Kalau diceritakan semuanya, makan-makan emang selalu nikmat. Karena bagi saya menu makan apa saja, asal halal ya langsyung masuk saja. Tapi, lidah memang tak bisa bohong. Saya pernah ke Belitong dan membuktikan rasa kopi manggar yang katanya enak banget. Karena dari kecil suka mencicipi kopi (belajar dari mulai nenek sampai ibu), saya kok menilai kopi manggar itu kayak uyuh jaran (kencing kuda). Maaf lo ya bagi yang suka kopi manggar. Menurut ajaran kopi dari nenek, kopi manggar mempunyai kriteria seperti itu. Jangan tanya apakah saya sudah pernah minum kencing kuda, tapi kopinya itu benar-benar encer. Pokoknya I just knew it.

Acara makan-makan yang paling tidak enak adalah ketika kita masuk ke warung kejut. Tahun baru 1997 saya dan keluarga menginap dan berlibur di kota Malang. Kami semua mau menikmati acara pergantian tahun di alun-alun kota. Ibu saya yang pengin sekali makan bakso akhirnya mengajak kita makan bakso di salah satu warung tenda. Mungkin karena melihat kami kelihatan bukan orang Malang, kami merasa terkejut ketika mau bayar. Harga sebuah pentol bakso jadi Rp. 5000,00. Busyet. Benar-benar gak jadi ngerasa kenyang deh. Makanya, pelajaran berharga buat saya saat udah gede seperti sekarang, kalau mau makan yang aman dengan kemampuan isi kantong ya masuk aja warung atau tempat makan yang menunya udah ada daftar harganya.

Yang paling pusing adalah kalau trip ke tempat yang kebanyakan penduduknya nonmuslim. Memikirkan masalah halal haram memang jadi hal krusial sesuai dengan agama yang saya peluk. Dan, saya agak rewel mengenai makan ini waktu trip ke Bali. Terus terang walaupun Bali itu tempatnya luas, tapi waktu kunjungan yang pertama, saya hampir selalu khawatir saat mau makan. Takut ada babinya, takut nyembelihnya gak baca bismillah, pokoknya agak ribetlah. Nyari amannya, saya biasanya meminta teman-teman untuk nyari makan ke tempat-tempat standar seperti KFC. Tapi, makan ayam goreng begituan terus-terusan kan bosen juga. Akhirnya supaya aman, kita biasanya milih menu-menu seafood. Selain enak, semua barang laut kan halal di makan. Saya hanya berdoa semoga saja menu-menu lezat tersebut tidak mengandung minyak babi waktu masaknya.

Makan di dalam ruangan memang mengasyikkan. Tapi makan di luar ruangan, apalagi di tepi pantai sungguh mengesankan dan menyenangkan. Walaupun sering makan di tepi pantai, tidak semuanya menawarkan kesenangan dan pengalaman yang sama. Saya pernah makan di tepi pantai di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu. Menunya sih standar seafood, mulai dari dari ikan bakar dan udang atau ikan goreng. Tapi kok ya gak elit banget. Anginnya kenceng banget. Dan musti pakai jaket tebal biar gak kedinginan. Ini sebelas dua belas dengan pantai di Pangandaran. Walaupun lebih enak dari menu Pulau Tidung, tetep aja suasananya kurang mengena.

Makan di Angke pun juga enak. Namanya juga ditraktir apa sih yang gak enak coba. Walaupun menunya lezat, tapi melihat sampah dan penjual ikan lalu-lalang di pasar ikan, kok ya jadi jiper sekali melihatnya. Apalagi lalat-lalat ijo seperti menari-nari di depan kita. hihihi. Yikes.

Yang paling berkesan memang makan di Pantai Jimbaran. Menunya sih sama. Rasanya juga tidak jauh beda dengan seafood masakan Sunda atau Pangandaran. Tapi menurut saya suasananya yang paling membuat makan di sini terkesan 'mahal'. Kami makan di atas pasir pantai yang putih dan lembut, dihembus angin pantai yang sepoi-sepoi (tapi anehnya gak dingin tuh), dan yang paling asik ni, ada pengamen yang memainkan musik dengan classynya. Saya berasa seperti orang kaya menikmati makan di situ. Apalagi waktu saya request lagunya Jason Mraz yang berjudul Lucky, mereka memainkannya dengan soulfull. Bener-benar lucky sekali saya bisa menikmati makan-makan yang enak-enak. Mengutip kata-kata salah satu teman saya di kantor, saya hanya berdoa agar makanan-makanan yang saya makan tidak jadi penyakit.

Saya, makan malam di Pantai Jimbaran, Bali

6 comments:

  1. masalah makanan memang mengasyikan, apalagi kalau jadi Pak Bondan, enak bener, sudah dibayar...acaranya makan makan lagi.. ^_^


    salam makan sobat

    ReplyDelete
  2. @ Pak Aryadevi : hehehe terima kasih ya Pak sudah berkenan berkunjung ;=)

    ReplyDelete
  3. saya suka sekaLi sob dengan pisang ijo, rasanya manis dan gurih. tapi kaLau disiniii... biasanya adanya hanya buLan puasa aja.
    terima kasih atas share wisata kuLinernya.
    ijin untuk menjadi foLLower di bLog ini, saLam kenaL.

    ReplyDelete
  4. @ om Rame : mak nyus pokoknya. Monggo silakan, dengan senang hati. Salam kenal juga ;=)

    ReplyDelete
  5. cumi sama udang goreng emang paLing mantab tuh di cocoL sama sambeL pedas, pLus asam biar enggak amis. sea food jenis itu saLah satu makanan favorit saya sob.
    terima kasih teLah berbagi kisah mengenai wisata kuLinernya, jadi Laper nih. ayo dong traktir, saya ditunggu yah. hehehe...

    ReplyDelete
  6. walah, itu buat cemilan doang, klo mau fine dining ya ke Jimbaran makan seafoodnya hehehe. Cuma, dalam waktu dekat belum mau trip lagi tuh, sibuk kuliah hehehe.

    Btw, Om rame domisilinya mana ya? Klo jauh dari ibukota, dan cuma buat nraktir cumi ama udang goreng doang, capek di badan bos. hehehe ;=)

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...