Membaca: Dari Hobi Menjadi Kebutuhan
Hari Sabtu kemarin, tanggal 15 Agustus 2009, saya iseng-iseng memperbarui status Facebook. Saya menulis bahwa pada saat itu saya sedang membaca buku Arok Dedes karangan Pramoedya Ananta Toer. Beberapa saat kemudian beberapa komentar bermunculan menanyakan perihal kebiasaan saya dalam membaca. Sebenarnya tidak ada yang terlalu istimewa kalau kita memperbincangkan mengenai kegiatan membaca. Begitu pun, tak ada yang spesial menyangkut diri saya dalam kaitannya dengan membaca.
Saya tak tahu pasti apa yang membuat saya suka membaca. Keinginan itu seperti sebuah keinginan yang tiba-tiba muncul. Konsep tiba-tiba yang seakan-akan menimbulkan dorongan yang kuat inilah kadang-kadang yang sering mengejutkan diri saya sendiri untuk membaca. Tak ada paksaan atau intervensi dari pihak manapun layaknya sebuah pelaksanaan suatu kewajiban. Pun juga, tak ada hadiah atau penghargaan apapun yang siap menanti setelah sebuah buku selesai dibaca. Tak ada. Bisa dibilang, kegiatan membaca yang saya lakukan merupakan kegiatan personal yang telah memberikan semacam morfin dalam menjalani hari-hari ini.
Apakah kebiasaan membaca bisa ditumbuhkan? Saya kira semua kegiatan, baik itu baik untuk dilakukan maupun jelek sehingga harus ditinggalkan mempunyai potensi menjadi sikap hidup jika terjadi repetisi tanpa kita sadari. Orang yang biasa berbohong, selalu melakukan pengulangan-pengulangan atas kebiasaannya berbohong. Orang yang senang bergosip, sehingga setiap saat selalu tak lepas dari kegiatan menggosip, lama-kelamaan akan menjadi orang yang ahli gosip. Begitu pula dengan kegiatan membaca. Kebiasaan membaca bisa diinjeksikan kepada orang yang tidak suka membaca melalui perilaku-perilaku yang mendorong ke arah sikap sadar baca.
Untuk memulainya memang agak berat. Apalagi 'media' penginjeksian ini adalah orang dewasa yang notabene semakin banyak godaan untuk melakukan hal lain yang mungkin lebih menarik daripada membelai lembaran-lembaran kertas. Namun bukan berarti mustahil untuk dilakukan. Yang diperlukan di sini adalah perihal sikap 'kecenderungan' dalam membaca. Kecenderungan membaca di sini maksudnya adalah menghimpun semua energi dan daya upaya untuk memberikan perhatian khusus terhadap kegiatan membaca. Kecenderungan membaca sendiri dapat ditumbuhkan dengan keteraturan. Hal ini bisa dilakukan dengan menyediakan waktu setiap hari untuk membaca. Untuk awal-awal dalam menumbuhkan minat baca, tak perlu waktu yang lama atau bacaan yang berat demi terciptanya keteraturan. Namun lebih kepada pendisiplinan diri untuk secara ajeg dan rutin melaksanakan kegiatan tersebut. Pilih waktu yang tepat dan tempat yang nyaman serta jauh dari jangkauan segala sesuatu yang dapat mengalihkan perhatian dari kegiatan membaca.
Apabila keteraturan itu juga sulit untuk dilaksanakan, hal yang perlu diambil adalah 'pemaksaan diri'. Pemaksaan diri di sini tentunya dalam arti yang positif karena pada dasarnya sesuatu yang lahir dari keterpaksaan akan membawa dampak pada keprematuran hasil. Misalnya begini, kondisikan bahwa 'jika saya tidak membaca hari ini, saya harus melakukan sesuatu yang sangat saya benci'. Bentuknya bisa bervariasi namun intinya adalah memberikan semacam hukuman bagi diri pribadi atas pelanggaran komitmen yang telah dibuat sendiri.
Selanjutnya memang tak ada hasil jika tak ada perbuatan. Hal yang paling penting dari ini semua adalah membaca itu sendiri. Hal-hal yang saya tulis di atas hanya semacam katalis atau jembatan menuju ke arah kebiasaan membaca.
Di atas itu semua, kebiasaan membaca bisa tumbuh jika diawali dengan niat yang baik. Sesuatu yang baik harus diawali dengan niat yang tulus, tanpa tendensi apapun, dan tanpa harapan untuk dipuji atau diberi penghargaan. Selain itu kebiasaan membaca juga bisa tumbuh manakala buku yang kita baca adalah hasil dari membeli sendiri, bukan buku pinjaman karena ketika kita menyadari bahwa buku yang kita beli tidak murah harganya, kita akan merasa sayang apabila buku tersebut hanya tersimpan rapi di almari. Mungkin ini juga yang membuat saya terdorong untuk menjadikan membaca sebagai sebuah kebutuhan hidup layaknya makan, minum, dan buang air. Dan juga kata-kata Joseph Brodsky selalu terpatri dalam benak saya bahwa 'kejahatan yang lebih buruk dari membakar buku ialah tidak membacanya'. Selamat membaca. ;=)
* Gambar diambil dari sini.
Mungkin, Bung Adie, paragrafnya bisa diatur agar lebih rapi.
ReplyDeleteArtinama RIYANTO dalam bahasa Indonesia Jawa Kuno: "Keberuntungan" sumber dari simbah Rian.
ReplyDeletenama RYAN untuk anak berasal dari bahasa Gael – Skotlandia. Nama ini memiliki arti Pangeran.
SALAM KENAL dari
http://www.facebook.com/rian.riyanto