Sekeranjang Tanya Untuk Dee
Untuk Blog Kontes Mizan.comDear Mbak Dee,Dua kali kita bersua sepertinya selalu meninggalkan sejumlah pertanyaan. Ingin rasanya bertanya tentang proses kreatif dan membahas novelmu, tapi selalu saja, harus saya sadari sepenuhnya bahwa kita selalu dibatasi oleh ruang dan waktu. Saya tak mungkin mendominasi dan memborong semua jatah kesempatan bertanya saat ada acara book signing. Pun, membahas karyamu di linikala 140 karakter juga hanya menyisakan jawaban tanpa deskripsi yang memuaskan. Sepertinya, diperlukan bercangkir-cangkir kopi untuk membahas karyamu, lebih dari sekadar ngobrol biasa. Tapi, sekali lagi, saya harus sadar akan batasan ruang dan waktu, sekalipun disadari atau tidak, kita sebenarnya 'bertetangga'.Mungkin lucu juga mengingatnya, perkenalan (pertama kali) dengan karyamu justru bukan di toko buku. Tapi di sebuah kompetisi Olimpiade Kimia Tingkat Provinsi di Malang, Jawa Timur. Sementara saya sibuk menghafal rumus-rumus kimia, mata saya sekilas menangkap seseorang sedang menenteng buku kecil biru bersampul 'aneh': Supernova, Ksatriya, Puteri, dan Bintang Jatuh. Sepertinya buku itu memang memberi kesan intelek bagi siapa saja yang membawanya, sama seperti kesan puitis yang ditimbulkan saat remaja Jakarta mulai membawa-bawa Aku-nya Sumandjaja, sesaat setelah film Ada Apa dengan Cinta booming di bioskop.Semakin ke sini, seiring dengan terbitnya karyamu berikutnya, saya mulai tergerak untuk rajin menulis lagi. Kebiasaan menulis yang sempat mati suri karena sibuk sekolah dan kuliah, akhirnya 'menyala' kembali saat saya menemukan blog Dee Idea. Saya menemukan media baru untuk berekspresi. Kunjunganmu yang tak saya sangka-sangka sungguh membuat saya semakin tergerak untuk melahirkan karya juga. Meski berbeda jenis, beberapa tulisanmu juga menginspirasi saya untuk menulis catatan perjalanan. Semoga dalam waktu dekat juga bisa lahir dalam bentuk buku. Semoga saja.Satu hal yang saya pelajari tentang proses kreatif menulis darimu, yaitu pentingnya belajar tata bahasa. Penggunaan tanda baca, diksi, kerunutan kalimat, dan penggunaan bahasa baku membuat karyamu jarang mendapat 'cela' dari saya. Belakangan saya juga sadar untuk tidak meninggalkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, buku 'sakti' yang jarang dimiliki dan digunakan oleh penulis masa kini.Seperti yang saya katakan di atas, kita memang selalu dibatasi oleh ruang dan waktu. Sekelumit cerita saya ini, mungkin bisa Mbak Dewi jadikan acuan, bahwa di luar sana, banyak juga orang yang menunggu-nunggu karyamu berikutnya. Entah karena tak tahan untuk memuji atau 'mencaci'. Yang saya yakini, mereka itu sebenarnya hanya berniat untuk mengapresiasi. Jadi, mohon jangan terlalu lama untuk mengulur jeda dalam berkarya karena saya sadar bahwa bahasamu sederhana, namun mampu mengundang tanya.Terima kasih untuk semuanya.Salam,Adie RiyantoUntuk: Mizan.com
No comments:
Post a Comment