Tuesday, January 26, 2010

My Job is (not) My Carier


Tulisan ini bukanlah bagian dari program Carier Coach yang disiarkan oleh Radio Hard Rock Fm Jakarta. Tapi tulisan ini adalah tentang 'pengalaman' dan 'pengamatan' saya dalam bekerja.

Ada banyak orang di luaran sana yang berlelah-lelah mencari kerja. Ada banyak manusia di dunia ini yang sedang berjuang untuk memeluk dan menyandang status sebagai manusia yang bekerja. Tapi, tahukah Anda apa yang ada di kepala saya saat ini?

Saya sadar bahwa menjadi pegawai negeri merupakan pilihan di mana kita (kadangkala) harus berdamai dengan permasalahan birokratis yang sangat berbelit-belit. Saya paling tidak suka untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk penguluran waktu. Saya (sangat) tidak suka dengan birokrasi yang berbelit-belit. Dulu, saya pikir instansi yang 'bersih' itu ada. Namun, setelah saya masuk dunia kerja dan mulai berkecimpung dalam dunia birokrasi, perlahan-lahan saya mengamati kinerja dari instansi-instansi di Indonesia ini sangat tidak efektif, banyak terdapat orang yang tidak kompeten menduduki jabatan penting, dan (yang paling krusial) susah sekali untuk menghilangkan praktek korupsi di dalamnya. Untuk yang terakhir, silakan Anda lihat sekeliling Anda baik di lingkungan pekerjaan maupun dalam masyarakat.

Ketika mengetahui kenyataan tersebut, pertama kali saya agak shock karena orang-orang yang tadinya (saya pikir) 'bersih', ternyata justru merupakan gembong dari segala kebobrokan birokrasi. Perlu dicatat, saya paling anti untuk berlama-lama berinteraksi dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan, tidak profesional dalam bekerja, memberikan pelayanan secara tebang pilih dan menerapkan praktek sistem tebang pilih. Jadi, bisa Anda bayangkan bahwa saya adalah orang yang paling malas mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan birokratis. Contoh, sampai saat ini saya belum pernah mengurus pembuatan KTP sendiri. Selalu ada yang menguruskan, entah itu orang tua atau saudara saya, tergantung siapa yang tidak sibuk pada saat pembuatan KTP berlangsung. Yang paling parah dan membosankan adalah saat pembuatan SKCK (saya tidak tahu apa istilahnya sekarang). Pertama saya harus meminta tanda tangan (lengkap dengan stempelnya) dari mulai RT sampai dengan Kepala Polres. Dan apakah yang paling membosankan dari semua alur yang saya lalui itu? Saya harus merelakan beberapa rupiah tanpa ketentuan jelas jumlah nominalnya yang biasanya dikatakan dengan bahasa 'yah seikhlasnya saja' tapi jika kita memberikannya sedikit maka bentuk keramahan yang kita dapat juga minimalis. Oh Indonesia ... dengan sedih saya (tetap) mencintaimu.

Saya melihat kenyataan yang lain. Bahwa banyak pegawai di instansi di Indonesia itu inginnya mendapatkan bayaran yang tinggi namun pekerjaan yang dilakukan sedikit. Ini mungkin yang membuat pekerjaan senantiasa terulur-ulur dan tidak tepat waktu. Dan jujur saja, saya agak kurang apresiatif untuk menjalin komunikasi dengan manusia-manusia unik macam begini. Dan dari gesture dan bahasa mereka, saya dengan mudah mengenali karakter seperti apa yang mereka pilih bagi kehidupan yang sungguh berharga untuk diisi dengan hal-hal seperti itu.

Saya mungkin agak sedikit merasa bosan dengan pekerjaan yang sedang saya lakukan. Saya bekerja keras, namun sepertinya banyak sekali hal-hal yang tidak sreg di hati, sepertinya menjadi favorit (hampir) semua orang. Beberapa orang melabeli saya dengan stempel "IDEALIS". Dan memang benar, dalam beberapa hal saya memang harus berlaku idealis. Saya pernah membaca buku Catatan Seorang Demonstran, buku harian Soe Hok Gie yang diterbitkan oleh LP3ES pada tahun 1983. Beruntung saya mendapatkan versi asli buku itu (maksudnya bukan repackage yang terbit di tahun 2005). Saya ingat akan salah satu kalimat dalam buku itu bahwa hidup di Indonesia itu hanya ada dua pilihan, yaitu menjadi idealis atau menjadi apatis. Dan saya akan memilih untuk menjadi idealis dengan mengembangkan keidealisan saya sampai sejauh-jauhnya.

Memang banyak sekali penentangan yang saya terima, mulai dari rekan kerja hingga anggota keluarga. Tapi dasar, saya dari dulu punya kuping yang ekstra tebal, hal yang paling baik di dunia ini adalah mengikuti kata hati. Saya kira suara nurani tak akan pernah menjerumuskan pemilik hati itu sendiri.

Saya percaya bahwa ada harga ada mutu. Artinya kalau ingin punya uang lebih ya harus rajin bekerja. Kalau mau uang lebur ya benar-benar harus lembur. Kalau ingin digaji tinggi ya harus rajin bekerja. Namun, di luar itu semua, pekerjaan sebagai pegawai negeri memang bukan jenis pekerjaan yang menerapkan pola seperti di swasta. Maksudnya kalau di swasta, orang yang berprestasi dan lebih giat bekerjalah yang akan mendapatkan penghasilan dan promosi lebih banyak. Tapi kalau sebagai pegawai negeri ya, pintar goblok gaji sama. Tergantung pada golongan dan masa kerja. Inilah kadangkala yang membuat iri pegawai yang masih muda dan produktif. Karena orang-orang yang sudah tua dan tidak produktif namun masa kerjanya sudah lama, mereka-mereka inilah yang penghasilannya besar namun kerjanya minim. Sungguh mengharukan.

Saya tidak ingin menjadi penentang yang radikal. Selama hal-hal yang tidak sejalur dengan pemikiran saya tersebut masih dalam batas wajar, masih saya diamkan saja. Artinya saya lebih memilih untuk berdamai dengan keadaan. Namun, jika keadaan tersebut sudah di luar batas normal, sebisa mungkin saya akan menolaknya. Tapi masih akan saya lakukan dengan cara-cara yang elegan dan (saya berusaha untuk) sesuai dengan aturan yang berlaku. Karena bagaimanapun juga saya lebih nyaman untuk bermain aman. Saya sadar bahwa masuk untuk mendapatkan kerja di sini tidak gampang. (FYI, saya memakai jalur yang legal, tidak memakai uang sepeser pun, dan tidak ada bantuan dari 'orang dalam'). Saya berusaha uuntuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Setiap tempat selalu memiliki karakteristik dan keunikannya sendiri. Yang saya inginkan adalah membuat setiap tempat di mana saya berkecimpung dalam pekerjaan tersebut memberikan arti yang baik, menyisakan kesan yang baik, dan senantiasa membuat pekerjaan-pekerjaan tersebut selesai tepat waktu dan benar.

Memang, dari segi penghasilan, pekerjaan saya sekarang terbilang lumayan untuk ukuran bujangan seperti saya. Maka dari itu, sayang sekali jika disia-siakan begitu saja. Tapi, keinginan saya yang paling dalam adalah menjadi penulis, sebulan sekali (atau dua kali) melakukan traveling ke tempat-tempat asing di dunia ini, dan bebas secara finansial. Itu kalau boleh memilih. Dan karena hidup ini selalu menawarkan banyak pilihan, yang sedang saya usahakan saat ini adalah menjadi pegawai negeri yang penulis, yang traveler, (dan semoga) bebas secara finansial. Untuk urusan bebas finansial saya ingin mengusahakannya bukan dari pekerjaan saya yang sekarang, tapi dari pekerjaan menjadi penulis. That's my dream and I hope my dream will come true. So, I can say that my job is (not) my carier. Di sisi yang satu saya tetap ingin pekerjaan itu, di sisi yang lain, saya merasa it's not so me :=)

Jadi, jika sudah mentok dan pusing dengan pekerjaan di kantor, jika sudah muak dengan segala tetek bengek tentang urusan birokrasi yang memuakkan, saya akan memilih untuk mencari-cari tiket murah sebagai sarana penghilang penat. Traveling. Coz my life and my journey are my adventure.

Gambar dipinjam dari sini.

2 comments:

  1. Saya sepakat Anda menjadi idealis. Saya melihat Anda ibarat ikan di laut, tetapi Anda berusaha tidak ikut oleh asinnya air laut. Selamat berjuang. Btw, komentar sedikit dong di blog saya?

    ReplyDelete
  2. @ Puguh : I'll do with my best. hehehe. Danke sehr. Ok. Saya juga sering baca blog kamu, cuma untuk beberapa item, memang tidak perlu saya beri komentar. Karena memang sudah bagus tulisannya. So, keep writing. I'll see it ;=)

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...